PELUANG USAHA / SENTRA USAHA Memburu lemang hangat di Perbaungan (3) Minggu, 08 Oktober 2017 / 13:20 WIB
KONTAN.CO.ID – Mendapati kendala dalam menjalankan usaha, sudah menjadi hal lumrah. Hal ini juga dialami oleh pedagang lemang disepanjang jalan Perbaungan arah Tebing Tinggi, Kabupaten Serdang Bedagai menuju Tebing Tinggi, Sumatra Utara.
Nurani, salah satu pedagang mengatakan, para pedagang cukup resah lantaran harus memindahkan lapaknya ke lokasi baru di dekat pintu tol Mata Pau. Sementara, waktu pemindahan ini belum diketahui pasti. "Kami masih pikir-pikir, karena lokasinya jauh" katanya pada KONTAN, Kamis (7/9).
Maklum, kebanyakan pedagang adalah kaum perempuan. Setiap hari, mereka selalu diantar-jemput oleh keluarganya karena lokasi penjualan ini cukup dekat dari rumah.
Alhasil, jika lokasi baru jauh, mereka pun harus berhitung ulang. Apalagi, para pedagang belum mengetahui seberapa besar potensi pasar di lokasi baru.
Pusat penjualan lemang ini memang cukup unik karena kaum perempuan mendominasi kegiatan di sini. Nurani pun bilang, berjualan lemang memang menjadi pekerjaan para ibu rumah tangga.
Meski hasilnya tak besar, namun untung yang didapat cukup sebagai uang jajan anak dirumah dan sekolah. "Daripada kami hanya duduk saja di rumah, lebih baik berjualan dan dapat uang," cetus Nurani.
Menjual lemang memang tak berat karena pedagan cukup duduk dan sesekali berada dipinggir jalan untuk menyambut kendaraan yang memberi tanda hendak berhenti. Namun, pedagang juga harus menerima cap negatif sebagai tunasusila atau pasangan gelap.
Desi, penjual lainnya bercerita, bila sang suami sedang mampir ke gerai dipastikan tidak ada konsumen yang mau singgah meski sudah memberikan tanda. "Kalau sudah ada pelanggan laki-laki yang beli dan makan disini pasti Tak akan ada orang mampir," ceritanya.
Sayangnya, mereka tak mampu berbuat banyak. Selaini itu, terdapat belasan penjual lemang tak membuat persaingan menjadi ketat. Sebab, patokan harga jual lemang sama. Para pedagang pun akan saling membantu jika melihat dagangan rekannya belum habis. Namun, dengan catatan, lemang diambil dari satu produsen yang sama.
Meski selalu membangun hubungan baik antar pedagang, mereka tetap tak bisa membantu temannya yang mengambil lemang dari lokasi berbeda. " Karena kami ada pengawasannya, kalau sampai ketauan kami bisa dimarahi oleh produsennya," tambahnya.
Kiki Mirza, konsumen asal kota Medan mengaku, rela jauh-jauh untuk menikmati lemang disana karena harganya yang murah dan rasanya yang lebih legit bila dibandingkan dengan lemang yang dijual di kotanya. Tak jarang, saat melewati pusat penjualan ini, dia memborong lemang sebagai buah tangan dari Tebing Tinggi untuk keluarganya. n
Memburu lemang hangat di Perbaungan (3)
PELUANG USAHA / SENTRA USAHA Memburu lemang hangat di Perbaungan (3) Minggu, 08 Oktober 2017 / 13:20 WIB
KONTAN.CO.ID – Mendapati kendala dalam menjalankan usaha, sudah menjadi hal lumrah. Hal ini juga dialami oleh pedagang lemang disepanjang jalan Perbaungan arah Tebing Tinggi, Kabupaten Serdang Bedagai menuju Tebing Tinggi, Sumatra Utara.
Nurani, salah satu pedagang mengatakan, para pedagang cukup resah lantaran harus memindahkan lapaknya ke lokasi baru di dekat pintu tol Mata Pau. Sementara, waktu pemindahan ini belum diketahui pasti. "Kami masih pikir-pikir, karena lokasinya jauh" katanya pada KONTAN, Kamis (7/9).
Maklum, kebanyakan pedagang adalah kaum perempuan. Setiap hari, mereka selalu diantar-jemput oleh keluarganya karena lokasi penjualan ini cukup dekat dari rumah.
Alhasil, jika lokasi baru jauh, mereka pun harus berhitung ulang. Apalagi, para pedagang belum mengetahui seberapa besar potensi pasar di lokasi baru.
Pusat penjualan lemang ini memang cukup unik karena kaum perempuan mendominasi kegiatan di sini. Nurani pun bilang, berjualan lemang memang menjadi pekerjaan para ibu rumah tangga.
Meski hasilnya tak besar, namun untung yang didapat cukup sebagai uang jajan anak dirumah dan sekolah. "Daripada kami hanya duduk saja di rumah, lebih baik berjualan dan dapat uang," cetus Nurani.
Menjual lemang memang tak berat karena pedagan cukup duduk dan sesekali berada dipinggir jalan untuk menyambut kendaraan yang memberi tanda hendak berhenti. Namun, pedagang juga harus menerima cap negatif sebagai tunasusila atau pasangan gelap.
Desi, penjual lainnya bercerita, bila sang suami sedang mampir ke gerai dipastikan tidak ada konsumen yang mau singgah meski sudah memberikan tanda. "Kalau sudah ada pelanggan laki-laki yang beli dan makan disini pasti Tak akan ada orang mampir," ceritanya.
Sayangnya, mereka tak mampu berbuat banyak. Selaini itu, terdapat belasan penjual lemang tak membuat persaingan menjadi ketat. Sebab, patokan harga jual lemang sama. Para pedagang pun akan saling membantu jika melihat dagangan rekannya belum habis. Namun, dengan catatan, lemang diambil dari satu produsen yang sama.
Meski selalu membangun hubungan baik antar pedagang, mereka tetap tak bisa membantu temannya yang mengambil lemang dari lokasi berbeda. " Karena kami ada pengawasannya, kalau sampai ketauan kami bisa dimarahi oleh produsennya," tambahnya.
Kiki Mirza, konsumen asal kota Medan mengaku, rela jauh-jauh untuk menikmati lemang disana karena harganya yang murah dan rasanya yang lebih legit bila dibandingkan dengan lemang yang dijual di kotanya. Tak jarang, saat melewati pusat penjualan ini, dia memborong lemang sebagai buah tangan dari Tebing Tinggi untuk keluarganya. n
(Selesai)
Reporter Tri Sulistiowati Editor Johana K.
SENTRA UKM
[youtube https://www.youtube.com/watch?v=8Joof_3Cqtg]
Feedback ↑ x Feedback ↓ x Close [X]