KONTAN.CO.ID – Tak mudah terurai, tulang-tulang sapi sisa produksi bakso menumpuk ditempat pembuangan. Melihat tumpukan kian tinggi, warga Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat pun memakainya untuk membuat sarung keris, pipa rokok dan patung.
Salah satu perajinnya adalah Taufik Muharam. Namun berbeda dengan perajin lainnya, laki-laki 30 tahun ini membuat bingkai kacamata dari tulang. "Saya jenuh dengan produk yang itu-itu saja," kenangnya.
Lantaran tak punya keahlian membuat bingkai kacamata, Taufik pun membongkar sebuah bingkai kacamata dan menciplaknya di atas tulang sapi. September 2016 lalu, produknya meluncur dengan merek Bilal Craft.
Tak sama dengan perajin lainnya yang langsung menyasar pasar mancanegara, Taufik justru memasarkan pada konsumen lokal. Dia pun memperkenalkan produknya lewat komunitas perajin di tingkat kecamatan, kabupaten, hingga provinsi.
Dari situ, Taufik ikut berbagai ajang pameran. Tak disangka, kacamata tulang buatannya cukup menarik perhatian konsumen. Untuk memperluas pasar, Taufik juga menawarkannya lewat penjaualn daring. Alhasil, kini penjualannya sudah mencapai kota-kota besar di Indonesia.
Bingkai kacamata ini dijual seharga Rp 600.000-Rp 1,5 juta per pasang. Dia memberlakukan sistem pre-order supaya tak menyimpan stok dalam waktu lama. Saat ini, dia belum merasakan ada persaingan yang berarti karena belum menemukan pesaing dari dalam ataupun luar negeri.
Bingkai kacamata ini masih dikerjakan dengan mengandalkan ketrampilan tangan, sehingga untuk menggarap satu unit kacamata butuh waktu sekitar empat hari. Untuk tahap produksi, dia hanya dibantu oleh sang ayah. Alhasil, dalam sebulan hanya dapat menghasilkan sekitar delapan sampai sepuluh unit kacamata.
Keterbatasan tenaga ini membuatnya sulit untuk meningkatkan produksi. Dia mengaku cukup sulit untuk mendapatkan perajin karena tidak banyak dari mereka yang dapat tekun, sabar, serta telaten dalam membuat satu barang. Ditambah lagi, jumlah perajin tulang di daerahnya makin menurun.
Untuk menarik perhatian anak muda untuk mau kembali menekuni kerajinan tulang ini, dia membuka pelatihan gratis di workshopnya yang berada di Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. "Sekarang ada mahasiswa UNPAD dan ITB yang sedang belajar ditempat saya untuk menciptakan model baru," jelasnya.
Kedepan, Taufik ingin terus meluncurkan produk-produk baru kerajinan tulang. Jam tangan tulang menjadi barang yang siap dipasarkan dalam waktu dekat.
Jika tulang sapi disulap jadi bingkai kaca mata
PELUANG USAHA / PELUANG USAHA, INDUSTRI KREATIF Jika tulang sapi disulap jadi bingkai kaca mata Kamis, 14 Desember 2017 / 12:50 WIB
KONTAN.CO.ID – Tak mudah terurai, tulang-tulang sapi sisa produksi bakso menumpuk ditempat pembuangan. Melihat tumpukan kian tinggi, warga Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat pun memakainya untuk membuat sarung keris, pipa rokok dan patung.
Salah satu perajinnya adalah Taufik Muharam. Namun berbeda dengan perajin lainnya, laki-laki 30 tahun ini membuat bingkai kacamata dari tulang. "Saya jenuh dengan produk yang itu-itu saja," kenangnya.
Lantaran tak punya keahlian membuat bingkai kacamata, Taufik pun membongkar sebuah bingkai kacamata dan menciplaknya di atas tulang sapi. September 2016 lalu, produknya meluncur dengan merek Bilal Craft.
Tak sama dengan perajin lainnya yang langsung menyasar pasar mancanegara, Taufik justru memasarkan pada konsumen lokal. Dia pun memperkenalkan produknya lewat komunitas perajin di tingkat kecamatan, kabupaten, hingga provinsi.
Dari situ, Taufik ikut berbagai ajang pameran. Tak disangka, kacamata tulang buatannya cukup menarik perhatian konsumen.
Untuk memperluas pasar, Taufik juga menawarkannya lewat penjaualn daring. Alhasil, kini penjualannya sudah mencapai kota-kota besar di Indonesia.
Bingkai kacamata ini dijual seharga Rp 600.000-Rp 1,5 juta per pasang. Dia memberlakukan sistem pre-order supaya tak menyimpan stok dalam waktu lama. Saat ini, dia belum merasakan ada persaingan yang berarti karena belum menemukan pesaing dari dalam ataupun luar negeri.
Bingkai kacamata ini masih dikerjakan dengan mengandalkan ketrampilan tangan, sehingga untuk menggarap satu unit kacamata butuh waktu sekitar empat hari. Untuk tahap produksi, dia hanya dibantu oleh sang ayah. Alhasil, dalam sebulan hanya dapat menghasilkan sekitar delapan sampai sepuluh unit kacamata.
Keterbatasan tenaga ini membuatnya sulit untuk meningkatkan produksi. Dia mengaku cukup sulit untuk mendapatkan perajin karena tidak banyak dari mereka yang dapat tekun, sabar, serta telaten dalam membuat satu barang. Ditambah lagi, jumlah perajin tulang di daerahnya makin menurun.
Untuk menarik perhatian anak muda untuk mau kembali menekuni kerajinan tulang ini, dia membuka pelatihan gratis di workshopnya yang berada di Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. "Sekarang ada mahasiswa UNPAD dan ITB yang sedang belajar ditempat saya untuk menciptakan model baru," jelasnya.
Kedepan, Taufik ingin terus meluncurkan produk-produk baru kerajinan tulang. Jam tangan tulang menjadi barang yang siap dipasarkan dalam waktu dekat.
Reporter Tri Sulistiowati Editor Johana K.
GREEN BUSINESS
[youtube https://www.youtube.com/watch?v=f7snp7QHGlE]
Feedback ↑ x Feedback ↓ x