Kejayaan produsen kaos lokal dilucuti produk impor
PELUANG USAHA / PELUANG USAHA Kejayaan produsen kaos lokal dilucuti produk impor Kamis, 21 Desember 2017 / 10:55 WIB
KONTAN.CO.ID – Di era perdagangan bebas yang serba digital, masuknya produk fesyen impor ke dalam negeri memang tak dapat ditangkal. Sudah lebih dari lima tahun, industri fesyen dalam negeri terus-terusan digempur produk fesyen impor. Para pelaku usaha fesyen di sektor Industri Kecil Menegah (IKM) sempoyongan dibuatnya.
Tengok saja sentra kaos Suci (Skoci) yang terletak di Jalan Surapati, Bandung, Jawa Barat mulai kehilangan pelanggan. "Makin ke sini, orderan makin sepi. Tahun lalu sudah sepi, tahun ini lebih sepi lagi. Ya, walaupun masih ada order kecil-kecil, alhamdulillah," kata Rury Maulana, pemilik Flash Production pada KONTAN saat ditemui di kiosnya.
Menurut Rury, sepinya pesanan yang diterima perajin kaos di Skoci karena banyaknya kaos impor yang masuk ke pasar dalam negeri. Kaos impor tersebut membuat para perajin kaos di sana kewalahan dalam bersaing.
Apalagi jumlah kaos impor yang masuk makin banyak dan harganya lebih murah. Dampaknya, omzet yang didapat oleh para perajin pun merosot hingga sekitar 30%.
Rury misalnya, biasanya mampu menangguk omzet sebulan sekitar Rp 25 juta lebih. Sekarang turun sampai di bawah Rp 20 juta.
Penurunan omzet dialaminya sejak akhir tahun 2015 dan terus berlangsung sampai sekarang. "Selama setahun belakangan begitu terus. Omzet maksimal sekarang sekitar Rp 20 juta per bulan lah," ungkap Rury.
Tak hanya Rury yang merasa sempoyongan menghadapi gempuran kaos impor. Ferry, pemilik Shankara Kaos juga mengalami hal serupa. "Bahan baku kaos lokal juga berasal dari impor, tapi harga jadinya juga mahal. Nah, kaos impor juga dikasih masuk. Jelas punya mereka harganya lebih murah," ungkapnya.
Menurut Ferry, selain harga, kualitas bahan baku kaos juga membuat kaos lokal jatuh di pasaran. Maklum, kualitas kaos impor hampir sama kaos lokal, bahkan acap lebih bagus.
Tak heran, konsumen memilih kaos impor karena harga lebih terjangkau dan berkualitas. "Kaos impor banyak yang dari China dan Thailand, saya juga heran kenapa harga mereka bisa lebih murah gitu ya. Padahal kalau dihitung, enggak cukup buat ongkos produksi. Saya makin pusing ini jadinya," ujar Ferry sambil tertawa. Sama dengan Rury, Ferry mengaku mengalami penurunan omzet hingga 30% di tahun ini.
Belum lagi akses pembelian yang makin mudah dan murah lewat e-commerce antar negara. Menurut Ferry, konsumen pasti lebih memilih yang lebih mudah dan murah. "Padahal kualitas bahan kaos di Bandung ini lebih tebal dan nyaman dipakai. Yang impor masih kalah lah, walaupun beda sedikit. Tapi kita kalah di harga itu tadi," keluhnya.
Ia berharap pemerintah bisa memberi akses pasar lebih baik bagi para pelaku IKM seperti dirinya. Selain itu, masuknya produk fesyen impor bisa dikontrol.
Selanjutnya Halaman 123 Reporter Elisabeth Adventa Editor Johana K.
Kejayaan produsen kaos lokal dilucuti produk impor
PELUANG USAHA / PELUANG USAHA Kejayaan produsen kaos lokal dilucuti produk impor Kamis, 21 Desember 2017 / 10:55 WIB
KONTAN.CO.ID – Di era perdagangan bebas yang serba digital, masuknya produk fesyen impor ke dalam negeri memang tak dapat ditangkal. Sudah lebih dari lima tahun, industri fesyen dalam negeri terus-terusan digempur produk fesyen impor. Para pelaku usaha fesyen di sektor Industri Kecil Menegah (IKM) sempoyongan dibuatnya.
Tengok saja sentra kaos Suci (Skoci) yang terletak di Jalan Surapati, Bandung, Jawa Barat mulai kehilangan pelanggan. "Makin ke sini, orderan makin sepi. Tahun lalu sudah sepi, tahun ini lebih sepi lagi. Ya, walaupun masih ada order kecil-kecil, alhamdulillah," kata Rury Maulana, pemilik Flash Production pada KONTAN saat ditemui di kiosnya.
Menurut Rury, sepinya pesanan yang diterima perajin kaos di Skoci karena banyaknya kaos impor yang masuk ke pasar dalam negeri. Kaos impor tersebut membuat para perajin kaos di sana kewalahan dalam bersaing.
Apalagi jumlah kaos impor yang masuk makin banyak dan harganya lebih murah. Dampaknya, omzet yang didapat oleh para perajin pun merosot hingga sekitar 30%.
Rury misalnya, biasanya mampu menangguk omzet sebulan sekitar Rp 25 juta lebih. Sekarang turun sampai di bawah Rp 20 juta.
Penurunan omzet dialaminya sejak akhir tahun 2015 dan terus berlangsung sampai sekarang. "Selama setahun belakangan begitu terus. Omzet maksimal sekarang sekitar Rp 20 juta per bulan lah," ungkap Rury.
Tak hanya Rury yang merasa sempoyongan menghadapi gempuran kaos impor. Ferry, pemilik Shankara Kaos juga mengalami hal serupa. "Bahan baku kaos lokal juga berasal dari impor, tapi harga jadinya juga mahal. Nah, kaos impor juga dikasih masuk. Jelas punya mereka harganya lebih murah," ungkapnya.
Menurut Ferry, selain harga, kualitas bahan baku kaos juga membuat kaos lokal jatuh di pasaran. Maklum, kualitas kaos impor hampir sama kaos lokal, bahkan acap lebih bagus.
Tak heran, konsumen memilih kaos impor karena harga lebih terjangkau dan berkualitas. "Kaos impor banyak yang dari China dan Thailand, saya juga heran kenapa harga mereka bisa lebih murah gitu ya. Padahal kalau dihitung, enggak cukup buat ongkos produksi. Saya makin pusing ini jadinya," ujar Ferry sambil tertawa. Sama dengan Rury, Ferry mengaku mengalami penurunan omzet hingga 30% di tahun ini.
Belum lagi akses pembelian yang makin mudah dan murah lewat e-commerce antar negara. Menurut Ferry, konsumen pasti lebih memilih yang lebih mudah dan murah. "Padahal kualitas bahan kaos di Bandung ini lebih tebal dan nyaman dipakai. Yang impor masih kalah lah, walaupun beda sedikit. Tapi kita kalah di harga itu tadi," keluhnya.
Ia berharap pemerintah bisa memberi akses pasar lebih baik bagi para pelaku IKM seperti dirinya. Selain itu, masuknya produk fesyen impor bisa dikontrol.
Selanjutnya Halaman 1 2 3 Reporter Elisabeth Adventa Editor Johana K.
SENTRA UKM
[youtube https://www.youtube.com/watch?v=f7snp7QHGlE]
Feedback ↑ x Feedback ↓ x Close [X]