PELUANG USAHA / SENTRA USAHA Ada jejak sangkar burung dari Demak (2) Minggu, 21 Mei 2017 / 10:05 WIB
Sentra pembuatan sangkar burung di Desa Kebonbatur, Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak, Semarang sudah berdiri sejak 25 tahun lalu. Sampai saat ini, mayoritas warga Desa Kebonbatur masih menggantungkan kehidupannya dari usaha pembuatan sangkar burung.
Namun, seiring berjalannya waktu, persaingan usaha ini semakin ketat menyusul terus bermunculannya sentra sangkar burung di daerah-daerah lain. Lantaran harus berbagi dengan pemain dari daerah lain, kini penjualan sangkar burung tidak sebanyak dulu lagi.
Siti, salah seorang pengepul sangkar burung di Desa Kebonbatur mengatakan, kini semakin banyak daerah yang memproduksi sangkar burung. "Di Solo, Purwodadi, Jepara, Purwakarta, Cirebon, itu semua ada pengrajin sangkar juga, kini kami harus bersaing dengan mereka," kata Siti.
Abdul Rohim, salah seorang pekerja di rumah pengepul sangkar burung mengakui saat ini penjualan sangkar burung semakin sepi. Kondisi tersebut sudah berlangsung sejak tiga tahun terakhir.
Menurut Abdul, selain daerah Jawa Tengah sendiri, kini mereka juga harus bersaing dengan kompetitor dari Surabaya. "Makanya sekarang persaingan ketat, dari Surabaya dan wilayah Jawa Timur lainnya sekarang banyak produksi sangkar burung, padahal dulu jarang, baru kami saja," kata Abdul.
Selain persaingan semakin ketat, penurunan penjualan juga disebabkan karena kondisi ekonomi sedang sulit. "Tidak hanya sangkar burung, bisnis-bisnis lain juga sedang lesu," jelas Abdul.
Bila penjualan sedang ramai, dalam seminggu Abdul bisa empat kali mengepak pengiriman sangkar burung ke sejumlah daerah. Tetapi di tengah lesunya penjualan, kini Abdul hanya bisa mengepak pengiriman sangkar burung sebanyak satu kali saja setiap minggunya. Pengiriman ini biasa menggunakan truk yang bisa memuat sekitar 150 sangkar burung sekali jalan.
Target utama pasar sangkar burung dari Desa Kebonbatur adalah Jakarta. "Pemasarannya ke Sumatera dan Jakarta, tapi yang utama Jakarta," kata Abdul. Dilihat dari siklusnya, permintaan sangkar burung di Desa Kebonbatur biasa melonjak saat musim kemarau.
Sementara saat musim hujan permintaan cenderung sepi. Penjualan juga menurun ketika musim libur Lebaran tiba. "Sepi kalau musim Lebaran, karena orang belinya baju," kata Siti.
Abdul berharap penurunan penjualan sangkar burung ini hanya berlangsung sementara saja. Sebab, mayoritas warga desanya kini sangat menggantungkan hidupnya dari usaha ini.
Kendati sedang ada tren penurunan penjualan, toh warga Desa Kebonbatur tetap setia menekuni usaha pembuatan sangkar burung. Menurut Abdul, warga tetap melihat pembuatan sangkar burung memiliki prospek yang menjanjikan.
Abdul menjelaskan, dulunya warga desa ini banyak yang memilih merantau ke Jakarta. "Tapi setelah dilihat pendapatannya sama dengan bisnis sangkar burung, jadi banyak warga yang kembali ke desa untuk ikut menekuni usaha pembuatan sangkar burung," kata Abdul.
Ada jejak sangkar burung dari Demak (2)
PELUANG USAHA / SENTRA USAHA Ada jejak sangkar burung dari Demak (2) Minggu, 21 Mei 2017 / 10:05 WIB
Sentra pembuatan sangkar burung di Desa Kebonbatur, Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak, Semarang sudah berdiri sejak 25 tahun lalu. Sampai saat ini, mayoritas warga Desa Kebonbatur masih menggantungkan kehidupannya dari usaha pembuatan sangkar burung.
Namun, seiring berjalannya waktu, persaingan usaha ini semakin ketat menyusul terus bermunculannya sentra sangkar burung di daerah-daerah lain. Lantaran harus berbagi dengan pemain dari daerah lain, kini penjualan sangkar burung tidak sebanyak dulu lagi.
Siti, salah seorang pengepul sangkar burung di Desa Kebonbatur mengatakan, kini semakin banyak daerah yang memproduksi sangkar burung. "Di Solo, Purwodadi, Jepara, Purwakarta, Cirebon, itu semua ada pengrajin sangkar juga, kini kami harus bersaing dengan mereka," kata Siti.
Abdul Rohim, salah seorang pekerja di rumah pengepul sangkar burung mengakui saat ini penjualan sangkar burung semakin sepi. Kondisi tersebut sudah berlangsung sejak tiga tahun terakhir.
Menurut Abdul, selain daerah Jawa Tengah sendiri, kini mereka juga harus bersaing dengan kompetitor dari Surabaya. "Makanya sekarang persaingan ketat, dari Surabaya dan wilayah Jawa Timur lainnya sekarang banyak produksi sangkar burung, padahal dulu jarang, baru kami saja," kata Abdul.
Selain persaingan semakin ketat, penurunan penjualan juga disebabkan karena kondisi ekonomi sedang sulit. "Tidak hanya sangkar burung, bisnis-bisnis lain juga sedang lesu," jelas Abdul.
Bila penjualan sedang ramai, dalam seminggu Abdul bisa empat kali mengepak pengiriman sangkar burung ke sejumlah daerah. Tetapi di tengah lesunya penjualan, kini Abdul hanya bisa mengepak pengiriman sangkar burung sebanyak satu kali saja setiap minggunya. Pengiriman ini biasa menggunakan truk yang bisa memuat sekitar 150 sangkar burung sekali jalan.
Target utama pasar sangkar burung dari Desa Kebonbatur adalah Jakarta. "Pemasarannya ke Sumatera dan Jakarta, tapi yang utama Jakarta," kata Abdul. Dilihat dari siklusnya, permintaan sangkar burung di Desa Kebonbatur biasa melonjak saat musim kemarau.
Sementara saat musim hujan permintaan cenderung sepi. Penjualan juga menurun ketika musim libur Lebaran tiba. "Sepi kalau musim Lebaran, karena orang belinya baju," kata Siti.
Abdul berharap penurunan penjualan sangkar burung ini hanya berlangsung sementara saja. Sebab, mayoritas warga desanya kini sangat menggantungkan hidupnya dari usaha ini.
Kendati sedang ada tren penurunan penjualan, toh warga Desa Kebonbatur tetap setia menekuni usaha pembuatan sangkar burung. Menurut Abdul, warga tetap melihat pembuatan sangkar burung memiliki prospek yang menjanjikan.
Abdul menjelaskan, dulunya warga desa ini banyak yang memilih merantau ke Jakarta. "Tapi setelah dilihat pendapatannya sama dengan bisnis sangkar burung, jadi banyak warga yang kembali ke desa untuk ikut menekuni usaha pembuatan sangkar burung," kata Abdul.
(Bersambung)
Reporter Danielisa Putriadita Editor Johana K.
0
Feedback ↑ x Feedback ↓ x