PELUANG USAHA / SENTRA USAHA Balada Sentra Meja dan Kursi di Kranji (3) Rabu, 10 Mei 2017 / 13:25 WIB
Lalu lintas di Jalan I Gusti Ngurah Rai dan Jalan Jenderal Sudirman, Kranji, Bekasi tampak ramai pada sore hari beberapa waktu lalu. Begitu pula dengan geliat aktivitas di sekitarnya. Tepat di bawah jalan layang Kranji, KONTAN menemukan para pekerja perabot yang masih sibuk bergelut dengan furnitur yang sedang mereka selesaikan.
"Di sini yang kerja ada 10 orang," ujar Imas, salah satu pemilik usaha dagang perabot di Kranji. Semua karyawan di lapak Imas hanya melaksanakan proses finishing, seperti ukir dan plitur. Rangka perabot sendiri dipasok dari Babelan dan Pondok Kelapa.
Imas memproduksi sendiri semua perabot rumah tangga yang dia jual. Menurut Imas, seorang karyawan biasanya dapat menyelesaikan finishing satu perabot dalam dua hari. Artinya, dalam seminggu ada tiga hingga empat perabot yang harus diselesaikan.
Masalah bayaran, para pekerja ini akan dibayar borongan. Imas bilang, para pekerja ini bisa meraup upah Rp 150.000-Rp 250.000 per perabot. "Kalau tukang ukir seminggu bisa dapat Rp 2 juta," ujar Imas.
Imas sendiri menyerahkan upah karyawannya pada hari Sabtu per satu minggu sekali. Setiap hari, tersedia pula uang makan bagi pekerja berkisar Rp 20.000-Rp30.000 per orang. Upah ini berlaku untuk jam kerja sesuai jam operasional workshop, yakni rata-rata selama office hour.
"Kalau upah buruh disini termasuk tinggi," sebagaimana penilaian Ipin Arifin, penjual perabot lainnya di Kranji. Ipin yang menjual perabot untuk sekolah, melakukan produksi hanya pada musim ramai. Jika pesanan banyak, ia bisa merekrut lebih dari sepuluh buruh perabot.
Lantaran tak perlu ukiran serta proses plitur lebih cepat, para pekerja di workshop Ipin punya target lebih banyak. Ipin bilang, sehari tiap dua orang pekerja bisa menyelesaikan 10 set meja siswa dengan model dua kursi. Saat ini, Ipin mempekerjakan 5 orang buruh di workshop-nya. Dengan target tersebut, Ipin bilang karyawannya diberi upah Rp 200.000 per hari.
Tak hanya dari upah harian, para pekerja ini juga mendapatkan rezeki dari perannya sebagai calon perabot. Mereka mengaku-aku jadi pemilik toko. Menurut Ipin, mereka bisa ambil untung hampir dua kali lipat. "Harga barang Rp 145.000 misalnya, bisa mereka jual lagi Rp 200.000-Rp 250.000, dan mereka biasanya pakai bon kosong sendiri," ucap Ipin.
Hanya, tingkah buruh merangkap calo ini cukup meresahkan para pemilik usaha dagang. Pasalnya, setelah menjual barang dengan harga tinggi, mereka juga pungut upah penjualan kepada para pemilik lapak. Selain itu, tingkah calo ini juga merusak harga pasar.
Diluar urusan calo, Ipin bilang persaingan antar pedagang di sentra perabot Kranji masih adem ayem. Tiap pedagang sudah punya langganan dan strategi pemasaran masing-masing. "Cuma ya itu, tips nya kalau belanja disini, minta kartu nama dulu, biar tahu yang jual itu calo atau bukan," jelas Ipin.
Meski memanfaatkan lahan kosong di bawah jembatan layang, para pedagang perabot di Kranji belum ada niatan pindah. Mereka rela berbagi lahan satu sama lain untuk dijadikan showroom maupun workshop usaha. Kendala yang dirasakan justru dari lalu lintas. Kemacetan mengakibatkan pelanggan enggan mampir.
Balada Sentra Meja dan Kursi di Kranji (3)
PELUANG USAHA / SENTRA USAHA Balada Sentra Meja dan Kursi di Kranji (3) Rabu, 10 Mei 2017 / 13:25 WIB
Lalu lintas di Jalan I Gusti Ngurah Rai dan Jalan Jenderal Sudirman, Kranji, Bekasi tampak ramai pada sore hari beberapa waktu lalu. Begitu pula dengan geliat aktivitas di sekitarnya. Tepat di bawah jalan layang Kranji, KONTAN menemukan para pekerja perabot yang masih sibuk bergelut dengan furnitur yang sedang mereka selesaikan.
"Di sini yang kerja ada 10 orang," ujar Imas, salah satu pemilik usaha dagang perabot di Kranji. Semua karyawan di lapak Imas hanya melaksanakan proses finishing, seperti ukir dan plitur. Rangka perabot sendiri dipasok dari Babelan dan Pondok Kelapa.
Imas memproduksi sendiri semua perabot rumah tangga yang dia jual. Menurut Imas, seorang karyawan biasanya dapat menyelesaikan finishing satu perabot dalam dua hari. Artinya, dalam seminggu ada tiga hingga empat perabot yang harus diselesaikan.
Masalah bayaran, para pekerja ini akan dibayar borongan. Imas bilang, para pekerja ini bisa meraup upah Rp 150.000-Rp 250.000 per perabot. "Kalau tukang ukir seminggu bisa dapat Rp 2 juta," ujar Imas.
Imas sendiri menyerahkan upah karyawannya pada hari Sabtu per satu minggu sekali. Setiap hari, tersedia pula uang makan bagi pekerja berkisar Rp 20.000-Rp30.000 per orang. Upah ini berlaku untuk jam kerja sesuai jam operasional workshop, yakni rata-rata selama office hour.
"Kalau upah buruh disini termasuk tinggi," sebagaimana penilaian Ipin Arifin, penjual perabot lainnya di Kranji. Ipin yang menjual perabot untuk sekolah, melakukan produksi hanya pada musim ramai. Jika pesanan banyak, ia bisa merekrut lebih dari sepuluh buruh perabot.
Lantaran tak perlu ukiran serta proses plitur lebih cepat, para pekerja di workshop Ipin punya target lebih banyak. Ipin bilang, sehari tiap dua orang pekerja bisa menyelesaikan 10 set meja siswa dengan model dua kursi. Saat ini, Ipin mempekerjakan 5 orang buruh di workshop-nya. Dengan target tersebut, Ipin bilang karyawannya diberi upah Rp 200.000 per hari.
Tak hanya dari upah harian, para pekerja ini juga mendapatkan rezeki dari perannya sebagai calon perabot. Mereka mengaku-aku jadi pemilik toko. Menurut Ipin, mereka bisa ambil untung hampir dua kali lipat. "Harga barang Rp 145.000 misalnya, bisa mereka jual lagi Rp 200.000-Rp 250.000, dan mereka biasanya pakai bon kosong sendiri," ucap Ipin.
Hanya, tingkah buruh merangkap calo ini cukup meresahkan para pemilik usaha dagang. Pasalnya, setelah menjual barang dengan harga tinggi, mereka juga pungut upah penjualan kepada para pemilik lapak. Selain itu, tingkah calo ini juga merusak harga pasar.
Diluar urusan calo, Ipin bilang persaingan antar pedagang di sentra perabot Kranji masih adem ayem. Tiap pedagang sudah punya langganan dan strategi pemasaran masing-masing. "Cuma ya itu, tips nya kalau belanja disini, minta kartu nama dulu, biar tahu yang jual itu calo atau bukan," jelas Ipin.
Meski memanfaatkan lahan kosong di bawah jembatan layang, para pedagang perabot di Kranji belum ada niatan pindah. Mereka rela berbagi lahan satu sama lain untuk dijadikan showroom maupun workshop usaha. Kendala yang dirasakan justru dari lalu lintas. Kemacetan mengakibatkan pelanggan enggan mampir.
(Selesai)
Reporter Nisa Dwiresya Putri Editor Johana K.
0
Feedback ↑ x Feedback ↓ x