PELUANG USAHA / SENTRA USAHA Bertandang ke pusat kerajinan kayu di Sebatu (2) Kamis, 20 Juli 2017 / 14:05 WIB
Tak perlu risau Anda akan kehabisan obyek wisata saat berkunjung ke Pulau Bali. Meski hanya memiliki luas sekitar 5.636 km2, Pulau Dewata ini menyimpan banyak potensi. Puas menjajaki suguhan pemandangan alam, Anda pun bisa menyambangi sentra-sentra kerajinan yang banyak tersebar di Bali.
Salah satu sentra yang bisa menjadi pilihan adalah sentra kerajinan kayu yang menjadi salah satu produk khas Bali. Tepatnya, sentra ini berada di Desa Sebatu, Gianyar, Bali. Sudah satu dekade lebih, penduduk Sebatu memproduksi dan menjual hasil kerajinan berbahan dasar kayu.
Selain untuk berburu oleh-oleh, wisatawan juga dapat bertandang ke sentra ini guna muluskan bisnis. Pasalnya, para perajin sudah berpengalaman menangani pesanan dan terbiasa menjual produk dalam jumlah banyak alias grosiran. Seperti halnya Nyoman Suarni, pemilik kios Ganesha di Jalan Sebatu-Kintamani.
Saat KONTAN menyambangi kiosnya, Nyoman sedang merampungkan orderan patung dari pelanggan. “Ada 110 item yang dipesan, total orderannya Rp 40 juta,” ujar Nyoman. Kebanyakan produk yang dipesan adalah patung.
Di kiosnya, Nyoman memang lebih banyak menyediakan patung Budha dan dewa-dewi dalam berbagai bentuk dan ukuran. Patung tersebut terbuat dari bahan kayu lokal yang juga diperoleh dari sekitar Bali. “Saya biasa beli langsung ke petani lokal, jadi harganya lebih murah,” jelas Nyoman.
Satu pohon kayu dengan diameter 40 cm, dibeli Nyoman dengan harga berkisar Rp 1 juta. Harga ini menurutnya lebih murah dibanding harga supplier. Pasalnya Nyoman langsung membeli kayu ke sang empunya pohon.
Oleh Nyoman, kayu tersebut disulap menjadi kerajinan patung. Berbeda dengan patung garuda yang juga diproduksi di Bali, patung Budha biasa dicat dengan warna silver atau emas. Nyoman menjual patung Budha di kiosnya mulai dari harga Rp 40.000. “Kalau yang utuh dan ukuran sedang bisa dijual Rp 250.000 sudah finishing,” tutur Nyoman.
Berbeda dengan Nyoman, Wayan Durmita yang juga memiliki artshop di Sebatu justru menjual kerajinan kayu berupa pajangan dan kotak. Biasanya kotak hasil kerajinan Wayan digunakan untuk menyimpan dupa. Produk pajangan dibuat Wayan dari bahan kayu, sedangkan kotak, lebih banyak menggunakan papan kayu medium density fibreboard (MDF).
Buah tangan Wayan dihargai mulai dari Rp 15.000 per item. Paling mahal, produk kerajinannya dijual dengan harga Rp 60.000. “Memang semuanya di bawah Rp 100.000. Kebanyakan memang untuk dijual grosir,” jelas Wayan.
Pajangan dinding yang dijual Wayan dibuat dengan teknik craving. Sedangkan kotak-kotak dupa hanya dibentuk lalu dicat dan dilukis. Kotak-kotak dupa ini didominasi warna hitam, silver dan gold. Motif kotak dupa pun dibuat sangat khas Bali dengan inspirasi alam seperti bunga atau motif binatang.
Baik Wayan maupun Nyoman mengakui bahwa produk mereka lebih banyak dibeli untuk dijual lagi. Produksi pun mereka lakukan hanya ketika ada orderan yang menghampiri. “Kebanyakan ini orderan dari luar. Kalau orang lokal jarang yang beli kesini,” tutur Nyoman.
Bertandang ke pusat kerajinan kayu di Sebatu (2)
PELUANG USAHA / SENTRA USAHA Bertandang ke pusat kerajinan kayu di Sebatu (2) Kamis, 20 Juli 2017 / 14:05 WIB
Tak perlu risau Anda akan kehabisan obyek wisata saat berkunjung ke Pulau Bali. Meski hanya memiliki luas sekitar 5.636 km2, Pulau Dewata ini menyimpan banyak potensi. Puas menjajaki suguhan pemandangan alam, Anda pun bisa menyambangi sentra-sentra kerajinan yang banyak tersebar di Bali.
Salah satu sentra yang bisa menjadi pilihan adalah sentra kerajinan kayu yang menjadi salah satu produk khas Bali. Tepatnya, sentra ini berada di Desa Sebatu, Gianyar, Bali. Sudah satu dekade lebih, penduduk Sebatu memproduksi dan menjual hasil kerajinan berbahan dasar kayu.
Selain untuk berburu oleh-oleh, wisatawan juga dapat bertandang ke sentra ini guna muluskan bisnis. Pasalnya, para perajin sudah berpengalaman menangani pesanan dan terbiasa menjual produk dalam jumlah banyak alias grosiran. Seperti halnya Nyoman Suarni, pemilik kios Ganesha di Jalan Sebatu-Kintamani.
Saat KONTAN menyambangi kiosnya, Nyoman sedang merampungkan orderan patung dari pelanggan. “Ada 110 item yang dipesan, total orderannya Rp 40 juta,” ujar Nyoman. Kebanyakan produk yang dipesan adalah patung.
Di kiosnya, Nyoman memang lebih banyak menyediakan patung Budha dan dewa-dewi dalam berbagai bentuk dan ukuran. Patung tersebut terbuat dari bahan kayu lokal yang juga diperoleh dari sekitar Bali. “Saya biasa beli langsung ke petani lokal, jadi harganya lebih murah,” jelas Nyoman.
Satu pohon kayu dengan diameter 40 cm, dibeli Nyoman dengan harga berkisar Rp 1 juta. Harga ini menurutnya lebih murah dibanding harga supplier. Pasalnya Nyoman langsung membeli kayu ke sang empunya pohon.
Oleh Nyoman, kayu tersebut disulap menjadi kerajinan patung. Berbeda dengan patung garuda yang juga diproduksi di Bali, patung Budha biasa dicat dengan warna silver atau emas. Nyoman menjual patung Budha di kiosnya mulai dari harga Rp 40.000. “Kalau yang utuh dan ukuran sedang bisa dijual Rp 250.000 sudah finishing,” tutur Nyoman.
Berbeda dengan Nyoman, Wayan Durmita yang juga memiliki artshop di Sebatu justru menjual kerajinan kayu berupa pajangan dan kotak. Biasanya kotak hasil kerajinan Wayan digunakan untuk menyimpan dupa. Produk pajangan dibuat Wayan dari bahan kayu, sedangkan kotak, lebih banyak menggunakan papan kayu medium density fibreboard (MDF).
Buah tangan Wayan dihargai mulai dari Rp 15.000 per item. Paling mahal, produk kerajinannya dijual dengan harga Rp 60.000. “Memang semuanya di bawah Rp 100.000. Kebanyakan memang untuk dijual grosir,” jelas Wayan.
Pajangan dinding yang dijual Wayan dibuat dengan teknik craving. Sedangkan kotak-kotak dupa hanya dibentuk lalu dicat dan dilukis. Kotak-kotak dupa ini didominasi warna hitam, silver dan gold. Motif kotak dupa pun dibuat sangat khas Bali dengan inspirasi alam seperti bunga atau motif binatang.
Baik Wayan maupun Nyoman mengakui bahwa produk mereka lebih banyak dibeli untuk dijual lagi. Produksi pun mereka lakukan hanya ketika ada orderan yang menghampiri. “Kebanyakan ini orderan dari luar. Kalau orang lokal jarang yang beli kesini,” tutur Nyoman.
(Bersambung)
Reporter Nisa Dwiresya Putri Editor Johana K.
SENTRA UKM
Feedback ↑ x Feedback ↓ x