Menu jamur tiram masih banyak penggemar meski sudah tak sepopuler empat tahun lalu. Gerai yang ada pun tetap bertahan. Rasanya yang renyah dan gurih, serta harga yang terjangkau, camilan ini tetap menjadi pilihan bagi kaum pelajar.
Salah satu usaha yang masih eksis adalah Baliku Jamur, besutan Dwi Antara. Bisnis camilan ini sudah dimulai sejak 2012 lalu di Denpasar, Bali. Kini, total gerai yang beroperasi ada 27 gerai, dua gerai milik pusat dan 25 sisanya milik mitra. Lokasinya masih terbatas seputar Bali.
Dwi mengatakan, usaha kuliner ini tetap bertahan ditengah riuhnya masih akan bertahan meskipun makin banyak makanan baru bermunculan. Salah satu caranya, dia rajin melakukan inovasi produk. Baru-baru ini, menu baru yang dikeluarkan adalah jamur mozarella, jamur bolognaise, jamur chesse cream, jamur nuklir.
Total ada enam varian rasa jamur dengan delapan macam taburan serta empat jenis menu tambahan yang dapat dikombinasikan seperti kentang dan sosis. "Konsep kami adalah street food, jadi kita kombinasikan banyak produk dalam satu menu," katanya pada KONTAN, Senin (17/7).
Menyasar konsumen pelajar, harga jualnya dipatok Rp 8.000-Rp 15.000 per porsi. Dwi mengklaim kelebihan produknya berada pada proses pembuatannya yang higienis dan tidak menggunakan MSG pada tepung renyah.
Baliku Jamur menawarkan kerjasama kemitraan dengan investasi senilai Rp 7 juta. Fasilitas yang didapatkan mitra adalah satu unit booth, perlengkapan memasak, bahan baku awal, branding, pelatihan, dan perlengkapan tambahan lainnya.
Untuk menjaga rasa dan kualitas agar tidak berubah, semua mitra wajib mengambil bahan baku utama berupa tepung krispi dari pusat.
Berdasarkan perhitungannya, waktu balik modal yang dibutuhkan mitra sekitar empat bulan dengan catatan, dalam sehari omzet penjualannya mencapai Rp 250.000 sampai Rp 300.000. Setelah dikurangi biaya bahan baku dan operasional, porsi keuntungan bersih yang dikantongi mitra masih sekitar 25% dari omzet.
Tahun ini, Dwi tidak memasang target jumlah penambahan mitra baru. Alasannya, dia sedang fokus menjajal konsep mini kafe yang kini sedang di tahap uji coba. Bila tak ada halangan, ke depan model ini pun juga bakal dibuka peluang kemitraan.
Kemitraan olahan jamur terus menjamur
PELUANG USAHA / PELUANG USAHA Kemitraan olahan jamur terus menjamur Kamis, 20 Juli 2017 / 09:55 WIB
Menu jamur tiram masih banyak penggemar meski sudah tak sepopuler empat tahun lalu. Gerai yang ada pun tetap bertahan. Rasanya yang renyah dan gurih, serta harga yang terjangkau, camilan ini tetap menjadi pilihan bagi kaum pelajar.
Salah satu usaha yang masih eksis adalah Baliku Jamur, besutan Dwi Antara. Bisnis camilan ini sudah dimulai sejak 2012 lalu di Denpasar, Bali. Kini, total gerai yang beroperasi ada 27 gerai, dua gerai milik pusat dan 25 sisanya milik mitra. Lokasinya masih terbatas seputar Bali.
Dwi mengatakan, usaha kuliner ini tetap bertahan ditengah riuhnya masih akan bertahan meskipun makin banyak makanan baru bermunculan. Salah satu caranya, dia rajin melakukan inovasi produk. Baru-baru ini, menu baru yang dikeluarkan adalah jamur mozarella, jamur bolognaise, jamur chesse cream, jamur nuklir.
Total ada enam varian rasa jamur dengan delapan macam taburan serta empat jenis menu tambahan yang dapat dikombinasikan seperti kentang dan sosis. "Konsep kami adalah street food, jadi kita kombinasikan banyak produk dalam satu menu," katanya pada KONTAN, Senin (17/7).
Menyasar konsumen pelajar, harga jualnya dipatok Rp 8.000-Rp 15.000 per porsi. Dwi mengklaim kelebihan produknya berada pada proses pembuatannya yang higienis dan tidak menggunakan MSG pada tepung renyah.
Baliku Jamur menawarkan kerjasama kemitraan dengan investasi senilai Rp 7 juta. Fasilitas yang didapatkan mitra adalah satu unit booth, perlengkapan memasak, bahan baku awal, branding, pelatihan, dan perlengkapan tambahan lainnya.
Untuk menjaga rasa dan kualitas agar tidak berubah, semua mitra wajib mengambil bahan baku utama berupa tepung krispi dari pusat.
Berdasarkan perhitungannya, waktu balik modal yang dibutuhkan mitra sekitar empat bulan dengan catatan, dalam sehari omzet penjualannya mencapai Rp 250.000 sampai Rp 300.000. Setelah dikurangi biaya bahan baku dan operasional, porsi keuntungan bersih yang dikantongi mitra masih sekitar 25% dari omzet.
Tahun ini, Dwi tidak memasang target jumlah penambahan mitra baru. Alasannya, dia sedang fokus menjajal konsep mini kafe yang kini sedang di tahap uji coba. Bila tak ada halangan, ke depan model ini pun juga bakal dibuka peluang kemitraan.
Reporter Tri Sulistiowati Editor Johana K.
KEMITRAAN
Feedback ↑ x Feedback ↓ x