JAKARTA. Martabak masih menjadi pilihan makanan yang paling pas dibeli saat ada acara kumpul-kumpul. Pilihan rasa yang beragam mampu menjawab keinginan konsumen untuk memanjakan lidah mereka. Pasar martabak pun masih merekah. Tak heran bila banyak pemain baru bermunculan.
Memanfaatkan riuhnya pasar martabak, Diki menawarkan kemitraan geranya sejak Mei lalu. Sejak 1,5 tahun lalu, dia mendirikan Martabak Apin. Kini, sudah ada delapan cabangnya yang tersebar di Cirebon, Kawarang, Indramayu, Jakarta, Bekasi dan Purwakarta.
Paket investasi Martabak Apin mulai Rp 250 juta-Rp 300 juta. Mitra akan mendapat fasilitas lengkap, hingga siap berjualan. Nilai investasi ini sudah termasuk sewa tempat. “Biaya sewa tempat yang kami sedaikan Rp 50 juta setahun, bila lebih, mitra yang menambah,” kata Diki.
Mitra juga akan mendapat pendampingan bisnis dari tim administrasi hingga marketing dari pusat. “Mitra bisa tetap kontrol jalannya bisnis, tetapi strategi marketing akan pusat pegang,” kata Diki. Sistem seperti ini Diki terapkan sebagai bentuk tanggung jawab pusat kepada mitranya.
Diki memperkirakan mitra bisa meraup omzet Rp 100 juta-Rp 120 juta per bulan. Sementara, laba bersih berkisar Rp 25 juta-Rp 30 juta per bulan. Dalam kemitraan ini, Diki menganut konsep bagi hasil, 70% untuk mitra dan 30% menjadi hak pusat.
Target masuk akal
Martabak Apin tidak mewajibkan mitra untuk beli bahan baku ke pusat. “Mitra bisa sediakan sendiri, asal kualitas sesuai standar pusat,” kata Diki. Namun, mitra wajib membeli kemasan ke pusat.
Martabak Apin menjual martabak manis dan telur, dengan 75 varian rasa. Harga jualnya mulai Rp 27.000-Rp 120.000 per loyang, tergantung lokasi gerai. Menurut Diki, martabaknya terkenal adonan yang lembut. “Meski dimakan esok hari, masih tetap lembut,” kata Diki.
Erwin Halim, Konsultan dari Proverb Consulting mengatakan sistem bagi hasil yang diambil dari laba bersih bisa meninbulkan salah persepsi antara mitra dengan pusat dalam menentukan mana yang mana termasuk dalam biaya pengeluaran. “Kemungkinan bisa terjadi perbedaan pendapat,” kata Erwin.
Meski pasar martabak masih ramai, tetapi kompetitor usaha ini juga banyak. Oleh karena itu, Erwin memberi saran, sebelum bergabung mitra baiknya melihat bagaimana brand awareness Martabak Apin di kota-kota lain. Target balik modal juga Erwin nilai masih masuk akal selama target omzet tercapai sesuai harapan.
Akan tetapi Erwin mengingatkan, terdapat kendala yang biasanya muncul pada bisnis martabak dan mitra harus mitra cermati, yaitu pada persoalan marketing dan sumber daya manusia. Perlu dipastikan bagaimana pusat dapat membantu mitra untuk memiliki karyawan yang bisa bekerja secara jangka panjang dan menjaga resep atau kualitas produk.
Matabak Apin Jl. Tentara Pelajar No. 81 Cirebon HP. 082216747461
Mencicip gurih cuan Martabak Apin
PELUANG USAHA / PELUANG USAHA Mencicip gurih cuan Martabak Apin Kamis, 04 Mei 2017 / 15:07 WIB
JAKARTA. Martabak masih menjadi pilihan makanan yang paling pas dibeli saat ada acara kumpul-kumpul. Pilihan rasa yang beragam mampu menjawab keinginan konsumen untuk memanjakan lidah mereka. Pasar martabak pun masih merekah. Tak heran bila banyak pemain baru bermunculan.
Memanfaatkan riuhnya pasar martabak, Diki menawarkan kemitraan geranya sejak Mei lalu. Sejak 1,5 tahun lalu, dia mendirikan Martabak Apin. Kini, sudah ada delapan cabangnya yang tersebar di Cirebon, Kawarang, Indramayu, Jakarta, Bekasi dan Purwakarta.
Paket investasi Martabak Apin mulai Rp 250 juta-Rp 300 juta. Mitra akan mendapat fasilitas lengkap, hingga siap berjualan. Nilai investasi ini sudah termasuk sewa tempat. “Biaya sewa tempat yang kami sedaikan Rp 50 juta setahun, bila lebih, mitra yang menambah,” kata Diki.
Mitra juga akan mendapat pendampingan bisnis dari tim administrasi hingga marketing dari pusat. “Mitra bisa tetap kontrol jalannya bisnis, tetapi strategi marketing akan pusat pegang,” kata Diki. Sistem seperti ini Diki terapkan sebagai bentuk tanggung jawab pusat kepada mitranya.
Diki memperkirakan mitra bisa meraup omzet Rp 100 juta-Rp 120 juta per bulan. Sementara, laba bersih berkisar Rp 25 juta-Rp 30 juta per bulan. Dalam kemitraan ini, Diki menganut konsep bagi hasil, 70% untuk mitra dan 30% menjadi hak pusat.
Target masuk akal
Martabak Apin tidak mewajibkan mitra untuk beli bahan baku ke pusat. “Mitra bisa sediakan sendiri, asal kualitas sesuai standar pusat,” kata Diki. Namun, mitra wajib membeli kemasan ke pusat.
Martabak Apin menjual martabak manis dan telur, dengan 75 varian rasa. Harga jualnya mulai Rp 27.000-Rp 120.000 per loyang, tergantung lokasi gerai. Menurut Diki, martabaknya terkenal adonan yang lembut. “Meski dimakan esok hari, masih tetap lembut,” kata Diki.
Erwin Halim, Konsultan dari Proverb Consulting mengatakan sistem bagi hasil yang diambil dari laba bersih bisa meninbulkan salah persepsi antara mitra dengan pusat dalam menentukan mana yang mana termasuk dalam biaya pengeluaran. “Kemungkinan bisa terjadi perbedaan pendapat,” kata Erwin.
Meski pasar martabak masih ramai, tetapi kompetitor usaha ini juga banyak. Oleh karena itu, Erwin memberi saran, sebelum bergabung mitra baiknya melihat bagaimana brand awareness Martabak Apin di kota-kota lain. Target balik modal juga Erwin nilai masih masuk akal selama target omzet tercapai sesuai harapan.
Akan tetapi Erwin mengingatkan, terdapat kendala yang biasanya muncul pada bisnis martabak dan mitra harus mitra cermati, yaitu pada persoalan marketing dan sumber daya manusia. Perlu dipastikan bagaimana pusat dapat membantu mitra untuk memiliki karyawan yang bisa bekerja secara jangka panjang dan menjaga resep atau kualitas produk.
Matabak Apin Jl. Tentara Pelajar No. 81 Cirebon HP. 082216747461
Reporter Jane Aprilyani Editor Havid Vebri
USAHA IKM
Feedback ↑ x Feedback ↓ x