Mengintip produksi songket di Gelgel, Bali (3) – PT ROI PUTRA JAYA PROPERTINDO

Mengintip produksi songket di Gelgel, Bali (3)

PELUANG USAHA / SENTRA USAHA Mengintip produksi songket di Gelgel, Bali (3) Kamis, 08 Juni 2017 / 10:05 WIB Mengintip produksi songket di Gelgel, Bali (3)

Keahlian menenun masyarakat Desa Gelgel, Kabupaten Klungkung, Bali diperoleh secara turun temurun. Proses belajar menenun pun dilakukan sejak kecil. Namun, kini kegiatan menenun di desa ini minim pelestarian.

KONTAN berkesempatan mengunjungi salah satu rumah tenun bernama UD Dian yang ada di Dusun Pegatepan, Desa Gelgel. Rumah tenun milik Dian Agustini ini terdiri dari dua area, yakni area workshop dan area galeri.

Dian sendiri mendirikan rumah tenun ini sejak tahun 1996. Menurutnya, kala itu, Gelgel memang sudah terkenal dengan kain tenunnya. Rumah tenun UD Dian pun dibangun tak lepas dari sentuhan tangan sang mertua yang lebih dahulu melakoni kegiatan menenun. "Dulu ibu mertua saya yang penenun, saya belajar dari beliau," ucap Dian.

Dian mengaku, awalnya cukup sulit untuk masuk ke pasaran karena memang mayoritas penduduk Gelgel kala itu sudah melakukan produksi kain tenun. Sebagai orang baru, ia pun sempat kesulitan menawarkan hasil produksi tenun ke pasar. "Dulu kami cuma taruh ke Pasar Klungkung," ujar Dian.

Setelah tragedi bom Bali 1 pada 2002, usahanya mulai berkembang. Pasalnya, saat itu pengepul kain tenun mulai gulung tikar satu per satu. Celah itulah yang ditangkap olehnya. Kini UD Dian sudah dapat dibilang mapan.

Selain memproduksi kain songket dan kain tenun sendiri di workshop miliknya, Dian juga menjadikan penenun lokal sebagai mitra. Saat ini setidaknya ada 50 penenun yang rutin mengumpulkan hasil tenunan mereka ke galeri milik Dian.

Sebagaimana kebiasaan masyarakat sekitar, usaha rumah tenun ini mulai diturunkan ke anaknya. Dian bilang, kini putra sulungnya lebih banyak mengelola aktivitas rumah tenun tersebut. Namun demikian, Dian mengaku tidak satu pun anaknya yang bisa menenun.

Dian mengakui, bahwa minat anak muda kini sangat rendah terhadap aktivitas tenun. Kebanyakan penenun yang bekerja pada Dian pun berusia 30-40 tahun. "Kalau anak-anak sekarang itu kan pelajarannya saja sudah susah, gimana mau belajar menenun," ucap Dian.

Kekhawatiran Dian akan punahnya budaya menenun di Gelgel mulai muncul. Sebab, belajar menenun cukup sulit. Butuh niat dan ketekunan hingga bisa menghasilkan songket dari Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang kini masih banyak digunakan di Gelgel.

Hal yang sama juga dirasakan Nyoman Sukerti. Salah satu penenun di Desa Gelgel ini bilang, perlahan-lahan minat warga untuk menenun mulai turun. "Teman-teman saya yang dulu menenun banyak yang dagang, atau ke sawah bantu suami," ujarnya.

Sukerti tak heran, karena memang sulit mendapat penghasilan yang besar dalam waktu singkat dengan menenun. Satu songket tenun butuh waktu pengerjaan hingga satu bulan. n

(Selesai)

Reporter Nisa Dwiresya Putri Editor Johana K.

PELUANG USAHA

  1. Direvisi, saldo minimal wajib lapor jadi Rp 1 M
  2. Di Arab Saudi, Rizieq dianggap buronan politik
  3. Saham batubara kembali memanas
  4. Pemerintah bakal serahkan Blok Rokan ke Chevron
  5. Bromance Obama-Trudeau bikin hati meleleh
  1. Saldo Rp 200 juta wajib dilaporkan secara otomatis
  2. Amien Rais tak bantah mengalir dana ke rekeningnya
  3. Direvisi, saldo minimal wajib lapor jadi Rp 1 M
  4. Bankir antisipasi wajib lapor simpanan Rp 200 juta
  5. Alasan nasabah bersaldo Rp 200 juta wajib lapor

Feedback ↑ x Feedback ↓ x Close [X]

Leave a Reply