Tahun ajaran baru membawa berkah bagi para pedagang seragam sekolah. Lonjakan penjualan bahkan mencapai 100% dibandingkan hari biasa. Namun sayang, di tengah tingginya permintaan, banyak penjahit yang harus mudik ke kampung halaman karena bertepatan dengan libur Lebaran.
Hal ini membuat para pemilik usaha konveksi kelimpungan memenuhi pesanan konsumen. Nurwati, salah seorang pedagang seragam sekolah mengaku, pesanan sudah meningkat sejak beberapa bulan sebelum tahun ajaran baru.
"Kendalanya saat mau Lebaran, penjahit mau mudik, padahal permintaan sedang banyak. Mau gimana lagi, itu hak mereka, saya hanya bisa menunggu mereka balik bekerja," kata pemilik www.nurwati.com ini.
Tidak kehilangan akal, untuk memenuhi permintaan, Nurwati mengajak beberapa pemilik konveksi untuk bekerjasama memenuhi pesanan. Kebanyakan para pemilik konveksi ini dia temukan secara online juga. "Sistem kerjasamanya bisa dia order dan bayar uang muka untuk membeli bahan atau saya kirim bahan lalu dibuatkan, barang selesai baru saya lunasi," jelasya.
Dari kerja sama ini, Nurwati mampu menyediakan 500 potong seragam dalam dua minggu. Produksi sebanyak itu lumayan membantu memenuhi pesanan.
Untuk pelanggan, Nurwati sendiri memberikan beberapa skema pembayaran. Bila jumlah seragam mencukupi sesuai pesanan, maka pembeli harus membayar lunas. Namun jika barang kosong, ia akan meminta tanda jadi transaksi (DP) sebesar 50% dari total belanja dan mengirimkan barang saat sudah tersedia.
Sementara untuk pelanggan yang merasa khawatir dengan jual beli online, bisa melakukan transaksi tatap muka dengan membayar DP 50% dari total transaksi.
Di tengah lonjakan permintaan, ia kini bisa mengantongi omzet Rp 50 juta hingga Rp 70 juta per bulan. Sementara pada bulan biasa ia hanya meraup omzet sekitar Rp 16 juta-Rp 25 juta per bulan.
Pelaku usaha lainnya adalah Tio Adibayuadjie di Tangerang. Berbeda dengan Nurwati, Tio mengaku kenaikan penjualan seragam sekolah menjelang tahun ajaran baru ini tidak terlalu signifikan. Pasalnya, setiap sekolah sudah menggandeng produsen seragam masing-masing. "Jadi tidak sembarang memesan seragam ke produsen yang tidak kontrak," ujarnya.
Namun, untuk mengembangkan usaha penjualan seragam sekolah, Tio terus memasarkan usaha lewat sosial media. Sehingga di luar pihak sekolah, ia masih mendapat pesanan. Tio sendiri menetapkan aturan dimana konsumen wajib melakukan pemesanan dua minggu sebelumnya. Dengan begitu, ia tidak kelabakan dalam memenuhi pesanan.
Ke depannya, Tio juga berencana menggandeng sekolah dan kampus yang berada di Jabodetabek.
(Selesai)
Reporter Jane Aprilyani, Maizal Walfajri Editor Johana K.
Siap menadah bisnis seragam sekolah? (2)
PELUANG USAHA / PELUANG USAHA Siap menadah bisnis seragam sekolah? (2) Rabu, 12 Juli 2017 / 07:15 WIB
Tahun ajaran baru membawa berkah bagi para pedagang seragam sekolah. Lonjakan penjualan bahkan mencapai 100% dibandingkan hari biasa. Namun sayang, di tengah tingginya permintaan, banyak penjahit yang harus mudik ke kampung halaman karena bertepatan dengan libur Lebaran.
Hal ini membuat para pemilik usaha konveksi kelimpungan memenuhi pesanan konsumen. Nurwati, salah seorang pedagang seragam sekolah mengaku, pesanan sudah meningkat sejak beberapa bulan sebelum tahun ajaran baru.
"Kendalanya saat mau Lebaran, penjahit mau mudik, padahal permintaan sedang banyak. Mau gimana lagi, itu hak mereka, saya hanya bisa menunggu mereka balik bekerja," kata pemilik www.nurwati.com ini.
Tidak kehilangan akal, untuk memenuhi permintaan, Nurwati mengajak beberapa pemilik konveksi untuk bekerjasama memenuhi pesanan. Kebanyakan para pemilik konveksi ini dia temukan secara online juga.
"Sistem kerjasamanya bisa dia order dan bayar uang muka untuk membeli bahan atau saya kirim bahan lalu dibuatkan, barang selesai baru saya lunasi," jelasya.
Dari kerja sama ini, Nurwati mampu menyediakan 500 potong seragam dalam dua minggu. Produksi sebanyak itu lumayan membantu memenuhi pesanan.
Untuk pelanggan, Nurwati sendiri memberikan beberapa skema pembayaran. Bila jumlah seragam mencukupi sesuai pesanan, maka pembeli harus membayar lunas. Namun jika barang kosong, ia akan meminta tanda jadi transaksi (DP) sebesar 50% dari total belanja dan mengirimkan barang saat sudah tersedia.
Sementara untuk pelanggan yang merasa khawatir dengan jual beli online, bisa melakukan transaksi tatap muka dengan membayar DP 50% dari total transaksi.
Di tengah lonjakan permintaan, ia kini bisa mengantongi omzet Rp 50 juta hingga Rp 70 juta per bulan. Sementara pada bulan biasa ia hanya meraup omzet sekitar Rp 16 juta-Rp 25 juta per bulan.
Pelaku usaha lainnya adalah Tio Adibayuadjie di Tangerang. Berbeda dengan Nurwati, Tio mengaku kenaikan penjualan seragam sekolah menjelang tahun ajaran baru ini tidak terlalu signifikan. Pasalnya, setiap sekolah sudah menggandeng produsen seragam masing-masing. "Jadi tidak sembarang memesan seragam ke produsen yang tidak kontrak," ujarnya.
Namun, untuk mengembangkan usaha penjualan seragam sekolah, Tio terus memasarkan usaha lewat sosial media. Sehingga di luar pihak sekolah, ia masih mendapat pesanan. Tio sendiri menetapkan aturan dimana konsumen wajib melakukan pemesanan dua minggu sebelumnya. Dengan begitu, ia tidak kelabakan dalam memenuhi pesanan.
Ke depannya, Tio juga berencana menggandeng sekolah dan kampus yang berada di Jabodetabek.
(Selesai)
Reporter Jane Aprilyani, Maizal Walfajri Editor Johana K.
PELUANG USAHA
Feedback ↑ x Feedback ↓ x