PELUANG USAHA / START UP SolarHome menerangi pelosok Asia Rabu, 15 November 2017 / 10:00 WIB
KONTAN.CO.ID – Hampir 27 juta rumahtangga di Asia Tenggara masih hidup tanpa listrik. Alhasil, puluhan juta keluarga itu harus membeli minyak tanah, baterai sekali pakai, dan solusi energi lain.
Greg Krasnov, Chairman SolarHome, menyebutkan, total pengeluaran rumahtangga untuk membeli energi pengganti setrum tersebut mencapai US$ 3 miliar setahun. “Para keluarga itu harus membakar pendapatan yang mereka peroleh dengan susah payah,” kata Krasnov yang juga Founder SolarHome, perusahaan rintisan (startup) bidang teknologi energi matahari.
Nah, SolarHome yang Rabu (4/10) lalu mengantongi pendanaan dari Uberis Capital menawarkan “cara cerdas” kepada masyarakat yang belum menikmati listrik untuk membeli setrum tenaga surya. Startup yang berdiri 2016 lalu ini menyediakan sistem Pay-As-You-Go (PAYG).
Model itu memungkinkan masyarakat untuk “menyewa kemudian memiliki” perangkat listrik tenaga surya, dengan biaya langganan cuma US$ 3–US$ 15 per bulan. Dengan skema PAYG, masyarakat bisa mengisi token secara harian, mingguan, atau bulanan, baik lewat kartu gosok ataupun uang digital.
Maklum, harga pembangkit listrik tenaga surya tidak murah. Tentu, masyarakat yang masih hidup tanpa listrik tinggal di daerah pedesaan atau perkampungan, yang kebanyakan berprofesi petani dan nelayan, dengan penghasilan bulanan yang pas-pasan.
Jadi, masyarakat cukup menyiapkan uang muka yang pastinya rendah, agar sistem listrik tenaga surya bisa terpasang di rumah, lengkap dengan panel, baterai, dan alat elektronik. Kepemilikan sistem itu otomatis berpindah ke mereka setelah dua tahun. “Model PAYG menurunkan penghalang bagi keluarga pedesaan yang berpenghasilan US$ 85 per bulan dan tidak memiliki akses terhadap pinjaman perbankan,” ujar Krasnov.
Tidak seperti sistem listrik tenaga surya kebanyakan yang berkualitas rendah, sulit dirakit, dan memiliki biaya pemeliharaan yang mahal, perangkat SolarHome beda juga bergaransi selama dua tahun. “Ini menciptakan nilai yang unik,” ungkap Krasnov yang juga menjabat sebagai Managing Director Forum Capital, investor pertama SolarHome.
Menurut Krasnov, dirinya menemukan ide untuk membangun SolarHome saat Forum Capital sedang menjajaki cara memasuki pasar energi terbarukan pada 2015 lalu.
Krasnov lantas menemukan informasi tentang perusahaan yang menggunakan model PAYG di Afrika. Namanya: M-Kopa. “Setelah mengkaji lebih dekat, kami jatuh cinta dengan modelnya. PAYG adalah produk yang mendukung keuangan mikro,” ucap Krasnov.
10.000 unit
Nicolas de Boisgrollier, Managing Partner Uberis Capital, bilang, Model PAYG telah muncul sebagai pemimpin dalam elektrifikasi di Afrika, India, dan Amerika Latin, setelah menerangi jutaan rumah dan menarik investasi lebih dari US$ 500 juta dalam beberapa tahun terakhir. “Kami melihat angin buritan yang sama di Asia Tenggara,” sebut dia.
Model PAYG, de Boisgrollier menambahkan, sangat terukur dan beroperasi secara menguntungkan tanpa subsidi. Ini yang membuat model bisnis tersebut sangat menarik.
Start-up yang beroperasi di Myanmar sebagai pasar perdana ini bakal menggunakan pendanaan dari investor untuk pemasangan lebih dari 10.000 unit sistem listrik tenaga surya pada tahun depan. Mengklaim sebagai pemain pertama di Asia Tenggara, SolarHome melihat peluang pasar untuk sistem tersebut sangat besar di kawasan itu, dengan hampir 27 juta rumahtangga masih hidup tanpa aliran listrik.
Dengan sistem listrik tenaga surya, keluarga miskin di daerah pedesaan tidak hanya bisa terhindar dari risiko luka bakar akibat pemakaian minyak tanah. Mereka juga dapat memperpanjang jam kerja sehingga mendapatkan penghasilan lebih banyak. Anak-anak mereka pun bisa belajar lebih lama lagi di malam hari.
Dan, sistem listrik tenaga matahari berkontribusi pada upaya mengurangi emisi karbon. “SolarHome melakukan sebuah penelitian dengan dukungan dari USAID yang hasilnya menunjukkan, bahwa setiap dollar yang diinvestasikan bisnis kami membawa kembali imbal hasil sosial sekitar 400%. Itu jelas dampak yang nyata,” tegas Krasnov.
Hingga akhir tahun nanti, hampir 2.000 unit sistem listrik tenaga matahari terpasang di pedesaan di Myanmar. “Kami berharap, perusahaan bisa menghasilkan pendapatan US$ 2 juta hingga US$ 3 juta dan menjadi laba bersih pada ujung 2018,” imbuh Krasnov.
SolarHome menerangi pelosok Asia
PELUANG USAHA / START UP SolarHome menerangi pelosok Asia Rabu, 15 November 2017 / 10:00 WIB
KONTAN.CO.ID – Hampir 27 juta rumahtangga di Asia Tenggara masih hidup tanpa listrik. Alhasil, puluhan juta keluarga itu harus membeli minyak tanah, baterai sekali pakai, dan solusi energi lain.
Greg Krasnov, Chairman SolarHome, menyebutkan, total pengeluaran rumahtangga untuk membeli energi pengganti setrum tersebut mencapai US$ 3 miliar setahun. “Para keluarga itu harus membakar pendapatan yang mereka peroleh dengan susah payah,” kata Krasnov yang juga Founder SolarHome, perusahaan rintisan (startup) bidang teknologi energi matahari.
Nah, SolarHome yang Rabu (4/10) lalu mengantongi pendanaan dari Uberis Capital menawarkan “cara cerdas” kepada masyarakat yang belum menikmati listrik untuk membeli setrum tenaga surya. Startup yang berdiri 2016 lalu ini menyediakan sistem Pay-As-You-Go (PAYG).
Model itu memungkinkan masyarakat untuk “menyewa kemudian memiliki” perangkat listrik tenaga surya, dengan biaya langganan cuma US$ 3–US$ 15 per bulan. Dengan skema PAYG, masyarakat bisa mengisi token secara harian, mingguan, atau bulanan, baik lewat kartu gosok ataupun uang digital.
Maklum, harga pembangkit listrik tenaga surya tidak murah. Tentu, masyarakat yang masih hidup tanpa listrik tinggal di daerah pedesaan atau perkampungan, yang kebanyakan berprofesi petani dan nelayan, dengan penghasilan bulanan yang pas-pasan.
Jadi, masyarakat cukup menyiapkan uang muka yang pastinya rendah, agar sistem listrik tenaga surya bisa terpasang di rumah, lengkap dengan panel, baterai, dan alat elektronik. Kepemilikan sistem itu otomatis berpindah ke mereka setelah dua tahun. “Model PAYG menurunkan penghalang bagi keluarga pedesaan yang berpenghasilan US$ 85 per bulan dan tidak memiliki akses terhadap pinjaman perbankan,” ujar Krasnov.
Tidak seperti sistem listrik tenaga surya kebanyakan yang berkualitas rendah, sulit dirakit, dan memiliki biaya pemeliharaan yang mahal, perangkat SolarHome beda juga bergaransi selama dua tahun. “Ini menciptakan nilai yang unik,” ungkap Krasnov yang juga menjabat sebagai Managing Director Forum Capital, investor pertama SolarHome.
Menurut Krasnov, dirinya menemukan ide untuk membangun SolarHome saat Forum Capital sedang menjajaki cara memasuki pasar energi terbarukan pada 2015 lalu.
Krasnov lantas menemukan informasi tentang perusahaan yang menggunakan model PAYG di Afrika. Namanya: M-Kopa. “Setelah mengkaji lebih dekat, kami jatuh cinta dengan modelnya. PAYG adalah produk yang mendukung keuangan mikro,” ucap Krasnov.
10.000 unit
Nicolas de Boisgrollier, Managing Partner Uberis Capital, bilang, Model PAYG telah muncul sebagai pemimpin dalam elektrifikasi di Afrika, India, dan Amerika Latin, setelah menerangi jutaan rumah dan menarik investasi lebih dari US$ 500 juta dalam beberapa tahun terakhir. “Kami melihat angin buritan yang sama di Asia Tenggara,” sebut dia.
Model PAYG, de Boisgrollier menambahkan, sangat terukur dan beroperasi secara menguntungkan tanpa subsidi. Ini yang membuat model bisnis tersebut sangat menarik.
Start-up yang beroperasi di Myanmar sebagai pasar perdana ini bakal menggunakan pendanaan dari investor untuk pemasangan lebih dari 10.000 unit sistem listrik tenaga surya pada tahun depan. Mengklaim sebagai pemain pertama di Asia Tenggara, SolarHome melihat peluang pasar untuk sistem tersebut sangat besar di kawasan itu, dengan hampir 27 juta rumahtangga masih hidup tanpa aliran listrik.
Dengan sistem listrik tenaga surya, keluarga miskin di daerah pedesaan tidak hanya bisa terhindar dari risiko luka bakar akibat pemakaian minyak tanah. Mereka juga dapat memperpanjang jam kerja sehingga mendapatkan penghasilan lebih banyak. Anak-anak mereka pun bisa belajar lebih lama lagi di malam hari.
Dan, sistem listrik tenaga matahari berkontribusi pada upaya mengurangi emisi karbon. “SolarHome melakukan sebuah penelitian dengan dukungan dari USAID yang hasilnya menunjukkan, bahwa setiap dollar yang diinvestasikan bisnis kami membawa kembali imbal hasil sosial sekitar 400%. Itu jelas dampak yang nyata,” tegas Krasnov.
Hingga akhir tahun nanti, hampir 2.000 unit sistem listrik tenaga matahari terpasang di pedesaan di Myanmar. “Kami berharap, perusahaan bisa menghasilkan pendapatan US$ 2 juta hingga US$ 3 juta dan menjadi laba bersih pada ujung 2018,” imbuh Krasnov.
Pelosok Asia Tenggara pun menyala di malam hari.
Reporter SS. Kurniawan Editor S.S. Kurniawan
BISNIS START-UP
[youtube https://www.youtube.com/watch?v=8Joof_3Cqtg]
Feedback ↑ x Feedback ↓ x Close [X]