PELUANG USAHA / SENTRA USAHA Temenggungan, pusat batik sejak penjajahan (2) Selasa, 28 November 2017 / 11:15 WIB
KONTAN.CO.ID – Membatik telah menjadi salah satu pencaharian bagi sebagian warga Kampung Temenggungan, Banyuwangi. Kebanyakan yang menekuni pekerjaan ini adalah kaum perempuan. Maklum, menggoreskan canting berisi malam diatas kain memang membutuhkan kesabaran.
Fonny Meilyasari, pemilik batik Sayu Wiwid mengatakan, membatik butuh mood yang baik. Makanya, dia hanya memberlakukan jam kerja mulai pukul 08.00-13.00 WIB. Alasannya, agar para perajin tidak lelah, hingga hasil akhir tidak sempurna.
Seringkali, bagi perajin yang mau, bisa meneruskan pekerjaannya dirumah, sembari menjaga anaknya. Saat ini, Onny, panggilan Fonny mempekerjakan 20 orang untuk membantunya ditahap produksi. Saban bulan, Onny bisa memproduksi 100-150 lembar kain batik baik, tulis, cap, dan campuran. Seluruh hasilnya, dipasarkan sendiri melalui butiknya yang berada tidak jauh dari tempat produksi. Sebagian besar batiknya diborong oleh warga lokal. Selain itu, banyak pula pelancong yang menentengnya sebagai oleh-oleh saat berkunjung ke Banyuwangi. Tidak hanya itu, dia juga sering mendapatkan pesanan dari instansi pemerintah dan swasta setempat. Onny membanderol kain batiknya mulai dari Rp 80.000-Rp 1,5 juta per lembar. Dalam sebulan, dia bisa menjual lebih dari 100 lembar kain batik. Momen hari besar seperti, hari raya Idul Fitri, menjadi waktu panen para pembatik. Pasalnya, jumlah permintaan pun bakal meningkat sekitar 30% dari biasanya. "Kebanyakan membeli sebagai oleh-oleh atau menjadi pelangkap bingkisan bagi karyawan," kata Onny pada KONTAN, Rabu (15/11). Untuk menjaga persediaan tetap aman pada momen tersebut, dia mengatakan tidak menghentikan proses produksi. Bahan baku yang dibutuhkan untuk produksi batik, Onny pasok dari wilayah Solo, Jawa Tengah dan Malang, Jawa Timur. Tak langsung datang ke sana, Onny cukup bertransaksi melalui sambungan telepon. Dia sudah punya langganan pemasok bahan baku. Dia mengaku tidak pernah ada masalah dengan belanja bahan baku. Karena, kepercayaan dengan penjual bahan baku sudah terjalin sejak almarhum ayahnya menjalankan usaha batik ini. Usaha yang dijalankan Onny memang warisan dari sang ayah. Berbeda dengan Onny, Kulsum, perajin batik lainnya belanja bahan baku dari toko-toko yang ada disekitar Kota Banyuwangi. Bila sedang tidak sibuk, dia memilih untuk berbelanja sendiri. Tidak jarang pula dia meminta sang cucu untuk berbelanja bila sedang sibuk membatik. Dalam sebulan, perempuan yang nampak anggun dengan rambut putihnya ini bisa menghabiskan sekitar 5 kilogram (kg) malam. Total produksinya mencapai 30 lembar batik tulis per bulan. Sekedar info, perempuan yang lebih akrab disapa Mak Kulsum ini membatik tanpa menggambar desain terlebih dahulu. Canting pun digoreskan langsung diatas kain putih polos. Dia mengaku tak lagi menggambar menggunakan pensil karena sudah hafal dengan motif, sehingga proses menjadi lebih cepat. Untuk harganya dipatok Rp 300.000 per lembar. Selain melayani pembelian ritel, dia juga banyak mendapatkan pesanan dari pemasok batik yang berasal dari Banyuwangi atau luar kota seperti Jakarta. (Bersambung) Reporter Tri Sulistiowati Editor Johana K.
Temenggungan, pusat batik sejak penjajahan (2)
PELUANG USAHA / SENTRA USAHA Temenggungan, pusat batik sejak penjajahan (2) Selasa, 28 November 2017 / 11:15 WIB
KONTAN.CO.ID – Membatik telah menjadi salah satu pencaharian bagi sebagian warga Kampung Temenggungan, Banyuwangi. Kebanyakan yang menekuni pekerjaan ini adalah kaum perempuan. Maklum, menggoreskan canting berisi malam diatas kain memang membutuhkan kesabaran.
Fonny Meilyasari, pemilik batik Sayu Wiwid mengatakan, membatik butuh mood yang baik. Makanya, dia hanya memberlakukan jam kerja mulai pukul 08.00-13.00 WIB. Alasannya, agar para perajin tidak lelah, hingga hasil akhir tidak sempurna.
Seringkali, bagi perajin yang mau, bisa meneruskan pekerjaannya dirumah, sembari menjaga anaknya. Saat ini, Onny, panggilan Fonny mempekerjakan 20 orang untuk membantunya ditahap produksi. Saban bulan, Onny bisa memproduksi 100-150 lembar kain batik baik, tulis, cap, dan campuran. Seluruh hasilnya, dipasarkan sendiri melalui butiknya yang berada tidak jauh dari tempat produksi. Sebagian besar batiknya diborong oleh warga lokal. Selain itu, banyak pula pelancong yang menentengnya sebagai oleh-oleh saat berkunjung ke Banyuwangi. Tidak hanya itu, dia juga sering mendapatkan pesanan dari instansi pemerintah dan swasta setempat. Onny membanderol kain batiknya mulai dari Rp 80.000-Rp 1,5 juta per lembar. Dalam sebulan, dia bisa menjual lebih dari 100 lembar kain batik. Momen hari besar seperti, hari raya Idul Fitri, menjadi waktu panen para pembatik. Pasalnya, jumlah permintaan pun bakal meningkat sekitar 30% dari biasanya. "Kebanyakan membeli sebagai oleh-oleh atau menjadi pelangkap bingkisan bagi karyawan," kata Onny pada KONTAN, Rabu (15/11). Untuk menjaga persediaan tetap aman pada momen tersebut, dia mengatakan tidak menghentikan proses produksi. Bahan baku yang dibutuhkan untuk produksi batik, Onny pasok dari wilayah Solo, Jawa Tengah dan Malang, Jawa Timur. Tak langsung datang ke sana, Onny cukup bertransaksi melalui sambungan telepon. Dia sudah punya langganan pemasok bahan baku. Dia mengaku tidak pernah ada masalah dengan belanja bahan baku. Karena, kepercayaan dengan penjual bahan baku sudah terjalin sejak almarhum ayahnya menjalankan usaha batik ini. Usaha yang dijalankan Onny memang warisan dari sang ayah. Berbeda dengan Onny, Kulsum, perajin batik lainnya belanja bahan baku dari toko-toko yang ada disekitar Kota Banyuwangi. Bila sedang tidak sibuk, dia memilih untuk berbelanja sendiri. Tidak jarang pula dia meminta sang cucu untuk berbelanja bila sedang sibuk membatik. Dalam sebulan, perempuan yang nampak anggun dengan rambut putihnya ini bisa menghabiskan sekitar 5 kilogram (kg) malam. Total produksinya mencapai 30 lembar batik tulis per bulan. Sekedar info, perempuan yang lebih akrab disapa Mak Kulsum ini membatik tanpa menggambar desain terlebih dahulu. Canting pun digoreskan langsung diatas kain putih polos. Dia mengaku tak lagi menggambar menggunakan pensil karena sudah hafal dengan motif, sehingga proses menjadi lebih cepat. Untuk harganya dipatok Rp 300.000 per lembar. Selain melayani pembelian ritel, dia juga banyak mendapatkan pesanan dari pemasok batik yang berasal dari Banyuwangi atau luar kota seperti Jakarta. (Bersambung)
Reporter Tri Sulistiowati Editor Johana K.
SENTRA UKM
[youtube https://www.youtube.com/watch?v=NlBJJUu7JsQ]
Feedback ↑ x Feedback ↓ x Close [X]