PELUANG USAHA / SENTRA USAHA Yuk, lihat kebun kakao di utara Teluk Bone! (1) Sabtu, 09 Desember 2017 / 10:25 WIB
KONTAN.CO.ID – Salah satu sentra perkebunan kakao Pulau Celebes ada di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Lokasinya ada di sebelah Utara Teluk Bone. Jarak Luwu Timur ke Makassar kurang lebih 557,8 kilometer (km). Jika ditempuh dengan perjalanan darat, butuh waktu sekitar 10 jam.
Penduduk Kabupaten Luwu Timur sebagian besar memang bekerja sebagai petani dengan berbagai komoditas. Di sana, petani memiliki lahan minimal 1 hektare (ha), bahkan banyak pula petani yang memiliki lahan lebih dari 1 ha.
Alexander, petani kakao asal Desa Tarengge, Luwu Timur, Sulawesi Selatan mengatakan, perkebunan kakao di Luwu Timur sudah ada sejak tahun 1980-an. “Awalnya orangtua yang jadi petani, lalu diteruskan oleh anaknya.
Kebun saya ini juga dari orang tua,” terang Alex, sapaan akrab Alexander saat ditemui KONTAN di kebun miliknya. Ia memiliki total kebun seluas 3,5 ha, namun yang sudah produktif menghasilkan kakao baru 1 ha saja.
Asep Ruhli Hakim, petani kakao asal Desa Cendana, Luwu Timur juga menuturkan hal yang sama. Pria yang akrab disapa Asep ini mengelola kebun yang diperoleh orangtuanya dari program transmigrasi. “Dulu orangtua saya dapat lahan satu hektare dari program transmigrasi jaman Orde Baru. Lalu saya tambah satu hektare lagi,” ungkapnya.
Lokasi kebun kakao biasanya bersebelahan dengan rumah tinggal petani. Namun, ada pula kebun yang letaknya terpisah dengan rumah tinggal petani. “Seperti kebun saya ini, yang satu hektare ada di sini. Satu hektare lagi di seberang dan satu setengah hektare yang ada di dekat rumah,” tutur Alex. Meski letak kebun terpencar, pria berdarah Toraja- Jawa tersebut tidak kesulitan merawatnya. Ia sudah punya jadwal tersendiri untuk merawat tiap kawasan kebunnya tersebut.
Alex menjelaskan, hampir seluruh petani yang ada di kabupaten Luwu Timur menjual hasil panennya ke Mars Symbioscience Indonesia, perusahaan pengolah kakao milik Amerika Serikat. “Semua petani di sini jual buah kakao basah ke Mars. Dulu kami masih bisa menjual dalam bentuk kering, tapi sejak tahun ini, semua petani jual dalam bentuk basah,” jelasnya.
Harga yang dibanderol untuk pembelian buah kakao basah cukup bervariasi, mulai Rp 8.000–Rp 10.000 per kilogram (kg). Alex bilang harga pembelian kakao basah dari Mars bergantung pada harga kakao global. “Kalau harga kakao global lagi turun, harga pembelian juga turun sedikit, tapi belum pernah harga turun banyak sampai anjlok. Ada pengaruh, tapi tidak signifikan,” paparnya.
Sedangkan buah kakao basah yang tidak laku dijual ke perusahaan karena tidak memenuhi standar, bisa dijual ke pengepul keliling. Buah-buah kakao yang dijual ke pengepul harus dikeringkan lebih dulu. Proses pengeringan normal berlangsung selama dua hari, namun jika hujan, bisa sampai lima hari pengeringan.
Boleh dibilang, semua hasil panen petani pasti laku terjual. "Di sini banyak pengepul keliling yang mau beli buah kakao kami," kata Asep. Pengepul itu rata-rata membeli buah kering Rp 20.000 per kg. Setiap hari, sekitar pukul dua siang, mereka keliling beli buah kakao yang tidak laku ini.
Yuk, lihat kebun kakao di utara Teluk Bone! (1)
PELUANG USAHA / SENTRA USAHA Yuk, lihat kebun kakao di utara Teluk Bone! (1) Sabtu, 09 Desember 2017 / 10:25 WIB
KONTAN.CO.ID – Salah satu sentra perkebunan kakao Pulau Celebes ada di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Lokasinya ada di sebelah Utara Teluk Bone. Jarak Luwu Timur ke Makassar kurang lebih 557,8 kilometer (km). Jika ditempuh dengan perjalanan darat, butuh waktu sekitar 10 jam.
Penduduk Kabupaten Luwu Timur sebagian besar memang bekerja sebagai petani dengan berbagai komoditas. Di sana, petani memiliki lahan minimal 1 hektare (ha), bahkan banyak pula petani yang memiliki lahan lebih dari 1 ha.
Alexander, petani kakao asal Desa Tarengge, Luwu Timur, Sulawesi Selatan mengatakan, perkebunan kakao di Luwu Timur sudah ada sejak tahun 1980-an. “Awalnya orangtua yang jadi petani, lalu diteruskan oleh anaknya.
Kebun saya ini juga dari orang tua,” terang Alex, sapaan akrab Alexander saat ditemui KONTAN di kebun miliknya. Ia memiliki total kebun seluas 3,5 ha, namun yang sudah produktif menghasilkan kakao baru 1 ha saja.
Asep Ruhli Hakim, petani kakao asal Desa Cendana, Luwu Timur juga menuturkan hal yang sama. Pria yang akrab disapa Asep ini mengelola kebun yang diperoleh orangtuanya dari program transmigrasi. “Dulu orangtua saya dapat lahan satu hektare dari program transmigrasi jaman Orde Baru. Lalu saya tambah satu hektare lagi,” ungkapnya.
Lokasi kebun kakao biasanya bersebelahan dengan rumah tinggal petani. Namun, ada pula kebun yang letaknya terpisah dengan rumah tinggal petani. “Seperti kebun saya ini, yang satu hektare ada di sini. Satu hektare lagi di seberang dan satu setengah hektare yang ada di dekat rumah,” tutur Alex. Meski letak kebun terpencar, pria berdarah Toraja- Jawa tersebut tidak kesulitan merawatnya. Ia sudah punya jadwal tersendiri untuk merawat tiap kawasan kebunnya tersebut.
Alex menjelaskan, hampir seluruh petani yang ada di kabupaten Luwu Timur menjual hasil panennya ke Mars Symbioscience Indonesia, perusahaan pengolah kakao milik Amerika Serikat. “Semua petani di sini jual buah kakao basah ke Mars. Dulu kami masih bisa menjual dalam bentuk kering, tapi sejak tahun ini, semua petani jual dalam bentuk basah,” jelasnya.
Harga yang dibanderol untuk pembelian buah kakao basah cukup bervariasi, mulai Rp 8.000–Rp 10.000 per kilogram (kg). Alex bilang harga pembelian kakao basah dari Mars bergantung pada harga kakao global. “Kalau harga kakao global lagi turun, harga pembelian juga turun sedikit, tapi belum pernah harga turun banyak sampai anjlok. Ada pengaruh, tapi tidak signifikan,” paparnya.
Sedangkan buah kakao basah yang tidak laku dijual ke perusahaan karena tidak memenuhi standar, bisa dijual ke pengepul keliling. Buah-buah kakao yang dijual ke pengepul harus dikeringkan lebih dulu. Proses pengeringan normal berlangsung selama dua hari, namun jika hujan, bisa sampai lima hari pengeringan.
Boleh dibilang, semua hasil panen petani pasti laku terjual. "Di sini banyak pengepul keliling yang mau beli buah kakao kami," kata Asep. Pengepul itu rata-rata membeli buah kering Rp 20.000 per kg. Setiap hari, sekitar pukul dua siang, mereka keliling beli buah kakao yang tidak laku ini.
(Bersambung)
Reporter Elisabeth Adventa Editor Johana K.
SENTRA BUDIDAYA
[youtube https://www.youtube.com/watch?v=TDRHQ2B_E0I]
Feedback ↑ x Feedback ↓ x Close [X]