PELUANG USAHA / SENTRA USAHA Yuk, lihat kebun kakao di utara Teluk Bone! (3) Sabtu, 09 Desember 2017 / 10:40 WIB
KONTAN.CO.ID – Menginjak musim hujan, Luwu Utara sering diguyur hujan deras. Musim penghujan ini cukup menyulitkan petani kakao. Apalagi, jika hujan datang terus menerus.
Sebab, para petani harus mengeluarkan tenaga ekstra. "Kakao ini tanaman yang tidak tahan air, jadi kalau hujan terus-menerus menyebabkan buah cepat busuk," jelas Asep Ruhli Hakim, petani kakao asal Desa Cendana, Kabupaten Luwu Timur. Belum lagi, serangan hama lebih banyak terjadi di musim hujan. Keluhan yang sama juga dilontarkan oleh Alexander, petani kakao lain asal Desa Tarengge. Ia mengatakan, semakin tinggi curah hujan, kian banyak pula hama kakao yang muncul. "Makin cepat jamur-jamur tumbuh dan menyerang daun kakao. Hama Pengerek Buah Kakao (PBK) juga cepat menyerang kalau musim hujan begini," tuturnya. Musuh utama petani kakao memang PBK. Alex bilang, PBK bisa membabat habis buah kakao, hingga petani merugi bahkan gagal panen. Apalagi, serangan hama PBK ini baru terlihatbuah kakao dibelah. "Biji kakao sudah tak beraturan letaknya dan tidak bisa dijual alias hanya dibuang," jelas Alex. Sebagai antisipasi, petani kakao di Luwu Timur pun rajin menyemprot pestisida setiap tiga hari sekali. "Kalau sudah musim hujan seperti ini, kami semprot tiga hari sekali. Biasanya hanya seninggu sekali semprotnya," ujar Alex. Biaya operasional pun bertambah dua kali lipat ketika musim hujan tiba. Selain serangan hama, petani juga sulit mengeringkan buah kakao saat musim hujan. "Kalau kemarau, satu sampai dua hari sudah kering, saat hujan bisa sampai seminggu" kata Asep. Alhasil, mereka pun harus menunggu lebih lama lagi untuk bisa menjual kakao. Selain musim hujan, kendala lainnya adalah pasokan pupuk yang terbatas. Asep bilang, sudah tiga bulan terakhir ini, dirinya dan petani lain di Desa Cendana tak kebagian jatah pupuk. "Pupuk bersubsidi langka, pupuk non-subsidi juga susah dapatnya, sama sajalah," ujar Asep. Sejatinya, petani jgua tak keberatan jika harga pupuk sedikit mahal namun pasokan lancar. Sebab, bagi petani kakao, pupuk adalah komponen penting dalam budidaya kakao. Pohon kakao punya ketergantungan besar terhadap pupuk. "Sudah tiga bulan kosong. Bahkan petani di sini yang biasanya memberikan pupuk tiga bulan sekali, sekarang jadi enam bulan sekali karena menghemat persediaan," ujar Asep. Ia menjelaskan harga pupuk bersubsidi mencapai Rp 115.000 per sak, sedangkan pupuk non-subsidi biasanya dua kali lipat lebih mahal. "Padahal kami kalau beli pupuk untuk stok lumayan jauh, harus di Kecamatan Mangkutana. Distributor pupuk semua ada di sana," terang Asep. Ia menegaskan jika kelangkaan pupuk terjadi bukan untuk pertama kalinya, sejak dua tahun lalu kondisi serupa juga dirasakannya. (Selesai) Reporter Elisabeth Adventa Editor Johana K.
Yuk, lihat kebun kakao di utara Teluk Bone! (3)
PELUANG USAHA / SENTRA USAHA Yuk, lihat kebun kakao di utara Teluk Bone! (3) Sabtu, 09 Desember 2017 / 10:40 WIB
KONTAN.CO.ID – Menginjak musim hujan, Luwu Utara sering diguyur hujan deras. Musim penghujan ini cukup menyulitkan petani kakao. Apalagi, jika hujan datang terus menerus.
Sebab, para petani harus mengeluarkan tenaga ekstra. "Kakao ini tanaman yang tidak tahan air, jadi kalau hujan terus-menerus menyebabkan buah cepat busuk," jelas Asep Ruhli Hakim, petani kakao asal Desa Cendana, Kabupaten Luwu Timur. Belum lagi, serangan hama lebih banyak terjadi di musim hujan. Keluhan yang sama juga dilontarkan oleh Alexander, petani kakao lain asal Desa Tarengge. Ia mengatakan, semakin tinggi curah hujan, kian banyak pula hama kakao yang muncul. "Makin cepat jamur-jamur tumbuh dan menyerang daun kakao. Hama Pengerek Buah Kakao (PBK) juga cepat menyerang kalau musim hujan begini," tuturnya. Musuh utama petani kakao memang PBK. Alex bilang, PBK bisa membabat habis buah kakao, hingga petani merugi bahkan gagal panen. Apalagi, serangan hama PBK ini baru terlihatbuah kakao dibelah. "Biji kakao sudah tak beraturan letaknya dan tidak bisa dijual alias hanya dibuang," jelas Alex. Sebagai antisipasi, petani kakao di Luwu Timur pun rajin menyemprot pestisida setiap tiga hari sekali. "Kalau sudah musim hujan seperti ini, kami semprot tiga hari sekali. Biasanya hanya seninggu sekali semprotnya," ujar Alex. Biaya operasional pun bertambah dua kali lipat ketika musim hujan tiba. Selain serangan hama, petani juga sulit mengeringkan buah kakao saat musim hujan. "Kalau kemarau, satu sampai dua hari sudah kering, saat hujan bisa sampai seminggu" kata Asep. Alhasil, mereka pun harus menunggu lebih lama lagi untuk bisa menjual kakao. Selain musim hujan, kendala lainnya adalah pasokan pupuk yang terbatas. Asep bilang, sudah tiga bulan terakhir ini, dirinya dan petani lain di Desa Cendana tak kebagian jatah pupuk. "Pupuk bersubsidi langka, pupuk non-subsidi juga susah dapatnya, sama sajalah," ujar Asep. Sejatinya, petani jgua tak keberatan jika harga pupuk sedikit mahal namun pasokan lancar. Sebab, bagi petani kakao, pupuk adalah komponen penting dalam budidaya kakao. Pohon kakao punya ketergantungan besar terhadap pupuk. "Sudah tiga bulan kosong. Bahkan petani di sini yang biasanya memberikan pupuk tiga bulan sekali, sekarang jadi enam bulan sekali karena menghemat persediaan," ujar Asep. Ia menjelaskan harga pupuk bersubsidi mencapai Rp 115.000 per sak, sedangkan pupuk non-subsidi biasanya dua kali lipat lebih mahal. "Padahal kami kalau beli pupuk untuk stok lumayan jauh, harus di Kecamatan Mangkutana. Distributor pupuk semua ada di sana," terang Asep. Ia menegaskan jika kelangkaan pupuk terjadi bukan untuk pertama kalinya, sejak dua tahun lalu kondisi serupa juga dirasakannya. (Selesai)
Reporter Elisabeth Adventa Editor Johana K.
SENTRA BUDIDAYA
[youtube https://www.youtube.com/watch?v=FQcw1hdOc7A]
Feedback ↑ x Feedback ↓ x Close [X]