Awalnya sampingan, kini jadi andalan (2)

PELUANG USAHA / SENTRA USAHA Awalnya sampingan, kini jadi andalan (2) Jumat, 29 September 2017 / 11:05 WIB Awalnya sampingan, kini jadi andalan (2)

KONTAN.CO.ID – Bisnis batu bata, yang awalnya hanya menjadi usaha samping bagi warga Kampung Bakar Batu, Lubuk Pakam, Deli Serdang, Sumatra Utara, berhasil meningkatkan kondisi ekonomi mereka. Pesanan batu bata tak berhenti mengalir, seiring tumbuhnya industri properti di wilayah tersebut.

Poniran, seorang perajin batu bata di Kampung Bakar Batu pun bisa menjual 500.000 batu bata saban bulannya. Apalagi, menjelang akhir dan awal tahun, pesanan terus berdatangan.

Saat ramai pesanan, perajin pun bisa mengerek harga sekitar Rp 10-Rp 50 per biji. Sulitnya mendapat pasokan bahan baku dan proses pengeringan yang lebih lama akibat musim hujan, menjadi alasan kenaikan harga.

Perajin memang tak bisa menyiapkan stok batu bata. "Karena kapasitas produksi hanya sebanyak itu," kata Poniran. Padahal, ada 22 orang karyawan yang membantunya di dua lokasi pembuatan batu bata.

Para perajin juga tak mengenal sistem pinjam atau kerjasama untuk memenuhi pesanan. Alhasil, jika stok kurang, para agen harus mencari batu bata langsung ke perajin lainnya.

Poniran menuturkan, kini, yang menjadi hambatan para perajin adalah pasokan bahan baku, berupa tanah lempung, yang terus berkurang. Pasalnya, setiap musim hujan datang, tanah justru berkurang atau tak ada samasekali.

Alhasil, mereka tidak dapat melakukan proses produksi. Laki-laki berusia 38 tahun ini mengaku, tak bisa berbuat banyak sehingga mereka memilih untuk mengerjakan tahapan produksi lainnya. "Kami sangat bergantung dengan hasil galian para penambang tanah," tambahnya.

Sama seperti Poniran, Rasman, perajin batu bata di Kampung Batu Bakar ini juga mengandalkan pasokan tanah lempung dari para penggali tanah. Oleh karena itu, saat harga tanah melonjak, dia tak bisa berbuat banyak selain membayar tanah itu sesuai harganya.

Asal tahu saja, Kampung Batu Bakar ini hanya merupakan tempat pembuatan batu bata. Sementara. bahan baku alias tanah lempung banyak diambil dari wilayah Galang di Kabupaten Deli Serdang dan Perbaungan di Kabupaten Serdang Bedagai.

Untuk mendapatkan bahan baku, para perajin pun tak perlu repot datang ke lokasi penambangan. Biasanya, pemasok yang datang mengirim tanah lempung.

Pembuatan batu bata membutuhkan waktu 15 hari. Proses produksinya sudah melibatkan mesin supaya lebih efisien. Setelah proses giling, tanah kemudian masuk ke mesin cetak. Dari mesin itu, batu bata keluar dengan bentuk memanjang. Perajin pun tinggal memotongnya lebih kecil.

Rasman, perajin lainnya, bilang, mesin ini mempercepat proses produksi. Dulu, saat masih memakai cara tradisional, proses giling dibantu tenaga kerbau. Demikian pun, pencetakannya masih manual.

Setelah berbentuk kota kecil, batu bata itu kemudian dijemur dan dibakar. Bila ada kesalahan dalam proses pembuatannya atau proses jemur dan pembakaran tidak tepat, bata yang dihasilkan rentan pecah.

Padahal, bata yang pecah tak bisa dijual. Alhasil, perajin harus rela menanggung kerugian.
Saat dia tak mendapatkan tanah, proses penggilingan lantas dihentikan. Rasman pun beralih mengerjakan proses lainnya.

(Bersambung)

Reporter Tri Sulistiowati Editor Johana K.

SENTRA UKM

[youtube https://www.youtube.com/watch?v=f7snp7QHGlE]

  1. Ini bocoran aksi 299 hasil investigasi Polri
  2. Petisi referendum Papua dikirim diam-diam ke PBB
  3. Harta Anthoni Salim bertambah Rp 16,62 triliun
  4. Bank Muamalat dilepas Rp 4,5 triliun
  5. Takke Group terus ekspansi, ada calon mantu Jokowi
  1. Menko Luhut usul ke Jokowi untuk menjual BUMN
  2. Nasib reklamasi Pulau G terjawab akhir pekan ini
  3. Nasib Pulau G ditentukan pekan ini
  4. Pemerintah buka peluang cabut sanksi Pulau G
  5. Chatib Basri: 5,1 juta pekerjaan akan hilang

Feedback ↑ x Feedback ↓ x Close [X]

Leave a Reply